Efek Temperatur Tinggi pada Performa Unggas Komersil

english version (click here)
Tingginya temperatur lingkungan pada suatu flock unggas akan menjadi penyebab terjadinya peningkatan produksi panas endogen (dari dalam tubuh). Transfer panas konvektif adalah mekanisme pengaturan panas yang utama pada ayam dan bergantung pada pergerakan udara, baik secara alami ataupun pergerakan udara karena kipas angin. Peningkatan transfer panas konvektif sebagai akibat dari pergerakan udara lingkungan merupakan hal yang proporsional sampai dengan kecepatan udara 100 m/menit, yang memberikan suhu lingkungan di bawah suhu tubuh.

Hyperpnea (panting) terjadi ketika ayam dewasa berada pada lingkungan dengan suhu lingkungan yang lebih dari 30 derajat celsius. frekuensi nafas bisa meningkat dari 22 nafas/menit sampai dengan 200 nafas/menit ketika terjadi peningkatan suhu lingkungan dari 27 derajat celcius menjadi 45 derajat celsius dalam rentang waktu 20 menit. Hyperpnea (panting) akan memberikan pendinginan secara evaporasi, dan pada suhu diatas 38 derajat celsius, ayam hampir seluruhnya bergantung pada penurunan suhu laten sebagai bentuk dari pengaturan suhu badan. Hyperpnea (panting) dalam jangka waktu yang panjang akan berakibat melimpahnya ekskresi karbondioksida dan berakibat pada alkalosis respiratorik. Keterpaparan unggas pada suhu lingkungan yang tinggi memberikan akibat secara ekonomis yang mendalam dalam hal kemampuan hidup, kecepatan tumbuh, produksi telur,kualitas cangkang telur, dan efisiensi perubahan pakan (terkait FCR - Feed Conversion Rate)

Terpapar pada kondisi suhu lingkungan yang tinggi dalam suatu periode waktu yang panjang akan menekan respon imun humoral ayam, menurunkan titer antibodi. Diduga reduksi antibodi yang berada pada sirkulasi terkait dengan perubahan konsentrasi kortikosteroid pada serum. Imunitas selluler juga mengalami tekanan terhadap kondisi lingkungan yang lebih dari 36 derajat celsius. efek ini dimediasikan melalui sel T atau melalui amplifikasi pengaturan respon seluler.

Fowl Thypoid


Di antara beberapa jenis penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Fowl Typhoid merupakan suatu penyakit septisemik pada unggas, yang dapat bersifat akut maupun kronis. Fowtyphoid disebabkan oleh bakteri Salmonella gallinarum. Tanda-tanda serangan penyakit yang akut atau kronis adalah pembesaran limpa, kepucatan hati dan diare. Beberapa masalah yang belum dapat dipecahkan secara benar dalam mengontrol ataupun mendiagnosa Fowl Typhoid ini antara lain:
  • Metode yang dilakukan dalam mendiagnosa penyakit ini belum lengkap. Diantaranya adalah pemeriksaan mikrobiologi belum dilakukan sehingga kesulitan di dalam menentukan apakah itu penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
  • Belum ada vaksin yang benar-benar efektif untuk mengatasi fowl Typhoid.
  • Gejala klinis Fowl typhoid mirip dengan salmonellosis pada umumnya.
  • Manajemen kandang yang kurang baik.
  • Penggunaan obat-obatan seperti antibiotik pada pakan ternak menyebabkan resistensi pada antibiotik sehingga lebih mudah terinfeksi oleh agen-agen bacterial yang patogen.
ETIOLOGI DAN MORFOLOGI
Fowl Typhoid disebabkan oleh bakteri  Salmonella gallinarum yang tergolong genus Salmonella dan famili Enterobacteriacrae. Organisme ini berbentuk batang pendek dengan ukuran panjang 1,0- 2,0 μm dan diameter 1,5μm, bersifat gram negatif, tidak membentuk spora, tidak mempunyai kapsul dan non motil. Salmonell Gallinarum dapat tumbuh dengan baik pada agar daging atau kaldo triptos dan pada berbagai media nutrient lainnya. Bakteri ini bersifat aerob atau fakultatif anaerob dan akan tumbuh baik pada temperature 37oC. organisme ini akan tumbuh pada media selektif yang diperkaya, misalnya selenit F dan kaldu tetrationat dan pada berbagai plat media, misalnya agar Mac Conkey, brilliant green agar (BOA) dan salmonella shigella (SS) agar. (Tabbu, 2000)
Pada umumnya, ketahanan mikroorganisme ini hampir sama dengan kelompok Salmonella pullorum ataupun paratyphoid salmonella. Bakteri Salmonella typhoid akan mati pada temperatur 60°C selama 10 menit. Bakteri ini akan bertahan hidup selama 20 hari di dalam air/pada tempat gelap tetapi akan mati dalam waktu 24 jam jika kontak dengan sinar matahari. Kuman Salmonella gallinarum akan mati di dalam larutan phenol 1:1000, larutan HgCl, 1 : 20000; larutan 1% KMnO4 dalam waktu 3 menit  dan larutan 2% formalin dalam waktu satu menit. Organisme ini tidak bertahan lama setelah meninggalkan tubuh ayam. (Tabbu, 2000)
Kuman ini dapat hidup selama 228 hari di dalam pakaian yang ditempatkan di dalam kamar gelap pada temperatur kamar; pada plastik pembungkus sepatu kuman tersebut dapat hidup selama 93 hari. Rerata kemampuan hidup Salmonella gallinarum di dalam feses pada ayam yang terinfeksi adalah 10,9 hari jika disimpan di dalam kamar yang tertutup dan dapat bertahan selama 8,9 hari jika disimpan di dalam kamar terbuka. Kuman tersebut dapat bertahan selama 3 minggu di dalam litter yang tidak diganti dan selama 11minggu di dalam litter baru. Jika kandang yang terinfeksi Salmonella gallinarum tidak ditempati, maka kuman tersebut dapat bertahan selama 30minggu di dalam litter lama ataupun litter baru. (Tabbu, 2000)
Kuman tersebut mempunyai antigen 0 1,9 dan 12 dan tidak ditemukan adanya variasi yang melibatkan antigen 12 seperti pada Salmonella pullorum. Antigen dinding sel mirip dengan antigen pada Salmonella pullorum. Sehingga kelompok ayam yang terinfeksi dapat dideteksi dengan uji serologik untuk pulorum. Salmonella gallinarum menghasilkan endotoksin yang bersifat stabil pada temperatur 60°C selama satu jam.

GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang terlihat mirip dengan pullorum, walaupun tidak spesifik untuk kedua penyakit tsb. Penyakit ini menyerang ayam umur 2 minggu dan kadang-kadang pada unggas umur lebih pada 4 minggu. Morbiditas dan mortilitas bervariasi kematian biasanya kurang dari 20%. (Jordan 1990)
Masa inkubasi bervariasi antara 4-5 hari (tergantung pada virulensi dari kuman tersebut). Proses penyakit biasanya sekitar 5 hari. Kematian ayam pada suatu flok dapat berlanjut sekitar 2-3 minggu dengan kecenderungan untuk kambuh. (Tabbu, 2000)
 Tanda-tanda secara klinis adalah ayam terlihat kurus, mengantuk, bulu kusam, mencicit, jengger pucat, nafsu makan menurun atau hilang, kehausan, dan diare kuning kehijau-hijauan. (Akoso, 1993)
Untuk ayam yang mati pada fase akut mengalami septisemia, kongesti otot skelet, hati berwarna merah gelap atau gelap, dan permukaannya tampak berwarna berwarna merah tembaga. Lien/ limpa mengalami pembesaran dan intestinum tenue mengalami enteritis cataralis.
Pada fase kronik, fowl typhoid biasanya ditemukan fokal nekrosis pada jantung, usus, pancreas dan hati. Foki nekrotik putih abu-abu juga terlihat pada myocardium, mucosa dan submucosa dari bagian depan dari intestinum dan pancreas. Pada kantong pericardium terdapat cairan kekuningan dan permukaan jantung terlihat eksudat fibrin. (Jordan, 1990)

PATOGENESIS
            Ayam yang terinfeksi mempunyai peranan penting dalam penyebaran penyakit dan sebagai sumber infeksi. Penularan penyakit ini terutama dari telur yang dapat menyebar  pada masa pengeraman, di tempat penetasan, di kotak anak ayam, melalui peralatan yang tercemar oleh bahan yang mengandung bakteri Salmonella Gallinerum.
            Infeksi Salmonella semakin bertambah dengan didukung menajemen kandang yang kurang baik. Akibatnya organ-organ viscera mengalami perubahan antara lain hati berwarna merah gelap, permukaan merah tembaga, limpa membengkak karena ada akumulasi agen bakteri sehingga sistem pertahanan tubuh menurun. Intestinum tenue mengalami enteritis. Feses berwarna hijau keputihan dan encer. Hal ini disebabkan proses fisiologis hepar terganggu. Secara fisik ayam tampak lemah, lesu, karena nafsu makan turun, karena gangguan metabolisme dalam tubuhnya.

DIAGNOSIS
Diagnosis definitif untuk fowl typhoid memerlukan isolasi dan identifikasi kuman. Riwayat kasus gejala klinik dan perubahan patologik sangat sugestif dalam diagnosa infeksi fowl typhoid. Pada grower dan ayam dewasa, pemeriksaan serologik akan membantu dalam menentukan suatu diagnosa yang pasti. (Tabbu, 2000)
Untuk peneguhan diagnosis perlu dikirim hati, jantung, ginjal dan paru-paru dalam keadaan segar dan dingin untuk isolasi dan identifikasi bakteri di laboratorium. Potongan jaringan juga dikirim dalam formalin 10%, terutama jaringan yang mengalami perubahan seperti hati, limfa, usus, dan organ dalam yang lain.

PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
Penanggulangan fowl typhoid yang efektif dapat dilakukan pada tingkat breeding farm maupun petemakan komersial dengan menjalankan manajemen dan pengamanan biologis yang ketat, penggunaan obat yang efektif untuk mengendalikan dan mengobati letupan penyakit tersebut dan menghilangkan faktor pendukung timbulnya infeksi kembali dengan Salmonella gallinarum. Evaluasi serologik untuk mengetahui kejadian penyakit tersebut  pada parent stock perlu dilakukan secara rutin sesuai dengan ketentuan dan pemerintah.
Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan preparat sulfa, nitrofuran dan antibiotic untuk menurunkan kematian, atau sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh dokter hewan. (Akoso, 1993)

 Artikel terkait

1. Newcastle Disease
2. Virus Herpes 
3. Pencegahan Newcastle Disease (masa lalu, sekarang, dan masa depan)
4.  Avian Influenza
5. Efek Temperatur Tinggi pada Performa Unggas