Penyakit Pyometra pada Sapi

Pyometra berasal dari kata pyo artinya nanah dan metra artinya uterus. Pyometra berarti peradangan kronis dari mucosa uterus (endometrium) yang disebabkan oleh adanya infeksi dan ditandai dengan adanya pengumpulan nanah dalam uterus, serta dapat menyebabkan gangguan reproduksi yang bersifat sementara (infertil) atau permanen (kemajiran). Pyometra dapat terjadi pada sapi, anjing, kucing, dan kuda sedangkan pada hewan lain jarang terjadi.( Hardjopranjoto. 1995 )

ETIOLOGI DAN MORFOLOGI
Pyometra dapat ditimbulkan oleh kuman atau bakteri yang dalam keadaan normal hidup didalam uterus dan saluran reproduksi lain; misalnya kuman pyogenes yang karena suatu sebab menjadi patogen. Penyakit kelamin menular seperti brucellosis, trichomoniasis dan vibrosis atau kuman yang non spesifik seperti golongan coccus, coli juga dapat menyebabkan terjadinya pyometra pada sapi. Pada induk penderita trichomoniasis fetus mati tidak diabortuskan, tetapi dihancurkan oleh mikroorganisme ini sehingga menyerupai bubur dan bersama nanah endometritis menjadi pyometra. Pyometra dapat terjadi sesudah inseminasi buatan, perkawinan alam atau sesudah partus. Dengan adanya inseminasi buatan ataupun perkwinan alami dapat memberikan kontribusi yang cukup baik bagi mikroorganisme dari luar untuk masuk kedalam uterus dan apabila induk sedang bunting dapat menyebabkan fetus yang dikandung menjadi tertular, diikuti kematian dan hancuran fetus berbentuk nanah dan menimbun sebagai pyometra. Masuknya mikroorganisme ini dapat terjadi ketika dilakukan inseminasi intra uterin pada hewan bunting dengan semen yng terkontaminasi sehingga terjadi kematian embrio dan melanjut sebagai pyometra. Kasus pyometra setelah perkawinan alami biasanya berhubungan dengan kematian embrio dini akhibat penyakit menular yang telah disebutkan diatas Pada kebayakan kasus pyometra terjadi menyusuli retentio secundinae dan metritis postpartum, di mana sering terjadi pengeluaran nanah melalui vagina. Pada trichomoniasis atau infeksi lainnya dapat terjadi kebuntingan muda dan fetus dibinasakan oleh organisme yang bersangkutan. Fetus dan selaputnya hancur sehingga menyebabakan pyometra. Dalam hal ini penyumbatan cervix dapat menetap untuk waktu yang lama.Pada pyometra dinding uterus umumnya tebal dan berat dan tidak memiliki tonus uterus berisi cairan yang mengumpul, tidakada fetus , plasentoma dan selaput janin , tidak ada fremitus.cairan didalam uterus dapat berupa air seperti sirup atau kental. Pyometra dapat terjadi setelah partus yang disertai dengan adanya retensi plasenta atau karena kelahiran yang sukar (distokia) tanpa penanganan yang baik sehingga terjadi keradangan pada uterus (endometritis) yang akut. Hal itu dimungkinkan karena terjadinya luka akibat tertusuk oleh alat-alat kebidanan yang tidak steril pada waktu penanganan distokia..


Pyometra dapat dibedakan menjadi 2 tipe :

  • Pyometra terbuka, dimana pus dan toksin dapat mengalir keluar dari uterus melalui cervix dan vutra.
  • Pyometra tertutup, dimana dan toksin tidak dapat keluar dari uterus sehingga terjadi ruptur di uterus yang dapat berlanjut menjadi peritonitis.

GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada sapi betina penderita pyometra adalah tidak munculnya birahi dalam waktu yang lama atau anestrus, siklus birahi hilang karena adanya korpus luteumpersisten. Terdapat timbunan nanah dari 200- 20.000 ml di dalam rongga uterus dan hanya keluar dari vagina pada waktu sapi berbaring dan sapi akan merasakan sakit didaerah abdomen. Suatu pengeluaran cairan seperti nanah yang terjadi 2 – 3 minggu setelah portus yang disebabkan metritis paerpularis adalah bukan pyometra sejati. Pyometra yang sejati adalah bila nanah yang tertimbun dan tidak dikeluarkan selama lebih dari 60 pasca melahirkan dan selama itu birahi tidak pernah muncul. Pengeluaran nanah ditandai adanya kotoran yang melekat pada alat kelamin luar maupun pada ekor, kaki belakang dan kandang. Abdomen terlihat membesar karena uterus membesar sesuai dengan volume nanah yang tertimbun.hal ini dikarenakan servik uterus menutup sehingga terjadi retensi exudat purulent dalam kornu uteri. Tubuh sapi penderita pyometra terlihat kurus, bulu suram, temperatur tubuh naik,respirasi cepat pulsus naik dan turgor kulit. Sapi tidak mau makan tetapi banyak minum dan urinasi. Sapi juga dapat menderita peritonitis, depresi dan muntah.selain itu akan nampak bibir vulva yang membengkak dan apabila terjadi toxemia sistemik maka nampak gejala –gejala klinis menyerupai nephritis kronis yaitu polydipsi,polyuria,muntah,depresi dan dehidrasi.

 
PATOGENESIS
Pyometra adalah hasil dari pengaruh hormonal yang menurunkan ketahanan tubuh normal terhadap infeksi.Dan hal ini sudah dibuktikan bahwa uterus sapi lebih peka terhadap infeksi sewakyu metestrus dibanding dengan estrus. Secara eksperimentil pyometra dapat ditimbulkan pada babi,marmut dan anjing dengan suntikan estrogen. Kadar estrogen berlebih dalam darah (hyper estrogenism) menyebabkan hanya sedikit leukosit-leukosit yang tiba di dalam mucossa saluran genital dan menyebabkan infeksi uterus mudah terjadi. Bakteri yang secara normal ada dalam uterus maupun yang berasal dari luar tubuh kemudian pindah dari vagina ke uterus melalui aliran darah berkembang biak diantara glandula uterina dan lumen. 
Jika bakteri tersebut sangat virulent, sel darah putih (leukosit) tidak bisa membunuhnya. Leukosit akan mati dan terakumulasi sebagai nanah / pus. Nanah dan sekresi kelenjar uterin yang tertimbun di dalam uterus tidak dapat dikeluarkan karena kadar progesteron yang tinggi mengakibatkan negatif feedback (efek negatif) pada kelenjar pituitaria anterior sehingga kadar esterogen rendah dan kontraksi uterus berkurang. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya korpus luteum dan kista-kista folikel pada ovarium hewan yang menderita pyometra.

PERUBAHAN MIKROSKOPIK (HISTOPATOLOGI)
Perubahan mikroskopis yang terlihat adalah :

  1. Epitel penutup yang pada beberapa tempat terdiri dari sel-sel yang meninggi karena proliferasi, biasanya sel-sel itu berdegenerasi (albumin) atau hidropik
  2. Dipermukaaan atas terlihat hilangnya mukosa setempat (erosi atau ulkus)
  3. Didalam mukosa , banyak sekali berkumpul sel-sel radang terutama sel-sel histrosit dengan inti bening dan sel-sel radang bundar, termasuk sel-sel plasma yang intinya berbentuk roda dan terletak eksentrik. Juga sel-sel besar berprotoplasma ecosinofil sering terlihat (makrofag-makrofag). Sel-sel leukosit berinti polimorf dapat ditemukan di dalam lapisan sel epitel penutup sebelum sel-sel inti bermigrasi ke lumen uterus. Sel-sel kelenjar uterin biasanya memperlihatkan corak degenerasi dan poliferasi.
  4. Selain itu juga terlihat kelenjar-kelenjar yang epitelnya rendah dan biasanya mempunyai lumen yang luas.
  5. Pada beberapa tempat mungkin hilang beberapa tabung-tabung kelenjar dari tempatnya dan diganti oleh jaringan ikat.
  6. Juga didalam lumen tabung-tabung kelenjar dapat ditemukan sel-sel radang atau endapan-endapan yang mengandung zat telur atau fibrin.
  7. Lapisan muskularis biasanya juga terdiri dari serat-serat yang membengkak karena degenerasi (hialin); pembuluh-pembuluh darah dalam stadium akut penuh sesak dengan eritrosit-eritrosit. Dalam stadium menahun, biasanya terlihat banyak sel darah putih di dalam pembuluh-pembuluh darah itu flebitis jarang terlihat.

PERUBAHAN MAKROSKOPIK (PATHO-ANATHOMY)
Perubahan makroskopis yang terlihat adalah :

  1. Uterus mengalami penebalan dinding, atonis dan menggantung.
  2. Sewaktu rongga perut dibuka kedua kornu uteri terlihat sangat mencolok karena berisi nanah,sedangkan mukosa terlihat licin (Kormu uteri membesar dan melebar)
  3. Teridentifikasi adanya corpus loteum di ovarium kanan
  4. Terlihat adanya sulaman fibrin di dorsal uterus
  5. Tidak adanya kotiledon fetus dan korunkula atau plasentom pada dinding uterus maupun fetus yang tidak teraba pada palpasi rektal.
  6. Nanah cenderung untuk bergrafitasi dan berkumpul diapek atau ujung kornu dan tyidak ada penonjolan dorsal pada kornu uterus sepertiyang lazim ditemukan pada kebuntingan muda .
  7. Selaput lendir yang biasanya sangat kasar karena hiperplasia mukosa,disamping kerusakan atau erosi mukosa menjadi sangat jelas terlihat.
  8. Nanah biasanya tipis, kelabu kekuningan,sepertiair, sering mengandung bongkah-bongkah nanah dan utas-utas selaput dan tenunan fetal.konsistensi dan warna seperti subkentang ,nanah tidak berbau, atau agak manis tapi tidak membusuk.

DIAGNOSA
Diagnosa penyakit ini didasarkan adanya kotoran yang keluar dari alat kelamin secara tidak teratur terutama pada waktu berbaring. Diagnosa dapat ditegaaskan dengan pemeriksaan darah, biasanya hewan memperlihaaatkan hiper-lekositositosis, penambahan globulin dan albbumin darah, karena saat anamnesa hewan banyak minum atau muntah-muntah maka perlu diperiksa terhadap gangguan buah pinggang dan kadar ureum darah. Pada sapi esplorasi rektal dapat membantu menegakkan diagnosa. Pada eksplorasi rektal, terasa adanya pembesaran uterus yang bersifat simetris karena cairan nanah akan mengisi kedua kornu uteri. Dinding uterus terasa lebih tebal dari normal dan pada mukosa uterus tidak terasa adanya karunkula. Arteri uterina media kecil dan tidak ada fremitus. Bila uterus ditekan teraba fluktuasi karena ada cairan, sedang kan bila ditekan terus tidak teraba adanya pulsus. Seandainya diagnosa belllum pasti, sebaiknya dilakukamn pemeriksaan ulang dalam waktu satu atau dua bulan, jika pada kebuntingan normal maka terjadi perkembangan fetus dan uterus secara pogresif, sedangkan pada piometra kondisi tersebut tetap seperti semula yaitu korpus luteum menetap pada ovarium. (Toelihhere, 1985).

DIFFERENSIAL DIAGNOSA
Pyometra dari pengamatan luar dapat dikelirukan dengan kebuntingan karena keduanya menyebabkan pembesaran perut. Oleh karena itu perlu dibedakan antara keduanya. Pada pyometra pemeriksaan dari luar akan terlihat adanya pembesaran perut yang bersifat simetris, bulu suram, badan kelihatan kurus, pada waktu berbaring akan keluar kotoran dari alat kelamin. Sedangkan pada pemeriksaan melalui eksplorasi rectal, terasa adanya pembesaran uterus yang bersifat simetris karena cairan nanah akan mengisi kedua konue uteri, serta dinding uterus lebih tebal dari normal dan pada mucossa uterus tidak teraba adanya karankula. Arteri uterina media kecil dan tidak ada fremitus. Bila uterus ditekan terasa fruktuasi karena adanya cairan, sedangkan bila ditekan terus tidak teraba adanya fetus.


Pada keadaan bunting sebaliknya, pada pemeriksaan dari luar akan terlihat pembesaran perut yang berarah ke kanan karena sebelah kiri terdapat rumen, bulu mengkilat, badan mempunyai kesan gemuk, tidak ada kotoran keluar dari alat kelamin. Pada pemeriksaan melalui eksplorasi rectal terasa adanya pembesaran uterus bersifat asimetris karena pada sapi fetus di kandung pada salah satu kornue, sdangkan kornue yang lain tetap kecil. Dinding uterus menipis karena harus mengikuti pembesaran fetus dan teraba adanya karankula pada dinding uterus. Teraba dengan jelas arteri utera media yang membesar serta adanya fremitus. Bila uterus ditekan akan teraba adanya bagian-bagian dari tubuh fetus mulai dari kepala sampai badan dan anggota badan.


Selain kebuntingan, diagnosa yang hampir menyerupai pyometra adalah mukometra atau hidrometra, mummifikasi fetus, perimetritis maupun tumor cell granuloma. Hidrometra yaitu suatu keadaan dimana didalam rongga uterus terdapat penimbunan cairan atau lendir tetapi bukan nanah. Ini dapat dibedakan dengan kebuntingan melalui pemeriksaan rektal. Pada hidrometra tidak teraba adanya selaput fetus, pada ovarium tidak ada corpus luteum tetapi ada kista. Perimetritis yaitu radang yng terjadi pada bagian luar (serosa) dari dinding uterus. Tanda – tanda keadaan ini adalah adanya perlekatan yang berbeda –beda derajat luasnya antara dinding uterus dengan ligamen lata atau alat tubuh yang berada di rongga pelvis dan rongga perut., kadang kadang disertai dengan adanya abses pada perimetriumnya. Mumifikasi fetus juga salah satu differensial diagnosa pyometra yaitu terjadinya kematian fetus.

PENGOBATAN
Pengobatan awal ditujukan pada upaya membuka cerviks dan kontraksi uterus sehingga nanah dapat dipaksa mengalir keluar, diikuti dengan mengadakan irigasi dengan obat antiseptik dengan maksud untuk membersihkan sisa-sisa dalam uterus, kemudian diobati dengan antibiotika untuk membunuh mikroorganisme penyebabnya. Pemberian preparat estrogen atau sintesisnya bertujuan untuk mendorong terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan cerviks. Untuk itu diberikan Dietil stilbestrol (larutan dalam minyak mengandung 10 mg/ml). Pada hewan besar seperti sapi diberikan 50-100mg secara intramuskuler diulang 4 hari sekali. Obat lain yang dapat dipakai adalah Hypophysin yang didalamnya mengandung oksitosin, diberikan sebanyak 60-100 IU atau 3-5 ml secara intramuskuler atau subcutan. Pengobatan ini mengakibatkan kontraksi dinding uterus dan membuka cerviks diikuti keluarnya nanah dan terjadi involusi uterus.


Irigasi ke dalam saluran uterus dapat dilakukan dengan larutan yodium 1-2%, kadang-kadang dapat memberikan hasil yang cukup baik dalam usaha mengeluarkan nanah dari uterus. Stimulasi pada uterus dapat dilakukan dengan cairan antiseptik seperti larutan lugol sebanyak 2,5 ml yang dicampur ke dalam 250 ml aquades. Larutan ini diberikan untuk irigasi dalam uterus. Irigasi dilakukan dengan kateter dan larutan dikeluarkan kembali setelah uterus dipijat. Dengan irigasi ini, sisa nanah yang terkumpul dapat dikeluarkan walaupun tidak keseluruhan nanah dapat habis.


Beberapa macam antibiotika dapat dipakai sebagai obat pilihan untuk membunuh bakteri penyebab endometritis kronis disertai pyometra. Pemberian setiap hari secara intrauterin penisilin bersama streptomisin, dengan dosis Penisilin G 1000 000 IU dan Dehidrostreptomisin 1000 mg dilarutkan dalm 40 ml aquades, diulangi selama beberapa hari, atau Oksitetrasiklin (teramisin) dengan dosis 100 mg dilarutkan ke dalam 50-100 ml NaCl fisiologis, dapat dilakukan dengan cara dimasukkan ke dalam uterus melalui kateter. Obat yang lain adalah Nitrofurosone atau Furosin dapat diberikan larutan 0,2 % sebanyak 20-60 ml ke dalam rongga uterus.

Cara pengobatan pymetra yang lain adalah dengan pembedahan, yaitu mengangkat seluruh uterus yang terkena pyometra (ovariohysterektomi). Operasi ini lazim dilakukan pada kasus pyometra anjing dan kucing. Namun jarang dilakukan pada sapi karena melihat sisi ekonomisnya yang kurang menguntungkan.

Keadaan sapi penderita pymetra akan lebih baik bila penyakitnya belum lama terjadi. Jika penyakit ini segara diketahui dan baru berjalan 2-3 bulan, pengobatan pyometra dapat menyembuhkan 50 % dari penderita. Kondisi tubuh menjadi jelek jika penyakit sudah berjalan 6 bulan atau lebih, disertai dengan banyak nanah yang tertimbun, lebih-lebih bila tidak diadakan pengobatan. Pyometra pada sapi yang telah berjalan melebihi 120 hari atau uterus telah berisi lebih dari 8 liter nanah, lebih sukar disembuhkan. Fertilitas yang baik jarang terjadi pada sapi setelah menderita pyometra, kecuali kalau mikroorganisme yang menyebabkan infeksi ini dapat secara keseluruhan dibasmi.

Penyebab hewan mati pada piometra adalah perubahan alat-alat tubuh yang bersifat sekunder dan terutama disebabkan oleh intokksikasi atau septikemi yang berasal daaaari isi uterus. Maka terjadilah glomerulonephritis, degenerasi miocard dan hati beserta bengkak limfa.

PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit pyometra yaitu dengan mencegah terjadinya kelukaan atau keradangan mucosa uterus. Sterilisasi peralatan dan operator pada saat penanganan distokia dan inseminasi buatan sangat penting untuk mencegah infeksi bakteri dari luar tubuh. Kehati-hatian dalam melakukan penanganan distokia dan inseminasi buatan berguna untuk mencegah terjadinya kelukaan pada saluran reproduksi. Sanitasi kandang dan kebersihan tubuh sapi terutama pada bagian alat kelamin luar berfungsi untuk mencegah berkembangnya bakteri. Menjaga kesehatan umum sapi juga dapat mencegah terjadinya pyometra.

Pneumonia Enzootik pada Babi


Pneumonia enzootik pada babi adalah suatu penyakit yang dikenal pada babi hampir di seluruh dunia. Penyakit ini dikenal juga sebagai (Pneumonia Virus~VPP). Penamaan Pneumonia Virus ini sebenarnya adalah penamaan yang keliru, sebab penyebabnya bukan sejenis virus, tetapi sejenis bakteri yaitu Mycoplasma Pneumonia of Swine ( Pneumonia Mycoplasma Babi ). Dipercaya bahwa Mycoplasma hypopneumonia ae ini adalah penyebab utama pneumonia enzootika pada Babi di Inggris, meskipun kadang-kadang kasus ini juga dapat disebabkan oleh Mycoplasma hyorhinitis.

Mycoplasma hypopneumonia memiliki ukuran sekitar 200-500 nm dan akan terlihat pada pengecatan giemsa. Bakteri ini dapat dibiakkan pada complex media dengan kondisi mikroaerophilik ( 5-10 % carbon dioksida ) dan akan terbentuk koloni setelah 2-10 hari pada media solid. Dalam pembiakkan bakteri ini dibutuhkan cholesterol untuk pertumbuhan dan fermentasi glukosa, dan perlu diketahui bahwa bakteri ini tidak membutuhkan urea. Pneumonia Enzootika pada Babi disebabkan oleh Babi carrier yang menularkan ke babi-babi lain. Penyebaran Pneumonia Enzootika ini dapat melalui angin atau melalui kontak langsung dengan babi pembawa ( carrier ) bibit penyakit Pneumonia Enzootika ini. Pemindahan atau penularan penyakit yang biasanya lazim terjadi adalah dari induk ke anak dan antara sesama babi di peternakan. Pneumonia Enzootik ini merupakan salah satu contoh penakit dari salah satu jenis Pneumonia yaitu bronchopneumonia supurativa atau disebut juga radang paru-paru bernanah. Penyakit Pneumonia Enzootika ini bersifat kronis dengan morbiditas ( angka sakit-sakitan) yang tinggi dan mortalitas ( angka kematian ) rendah ( 1-5 % )



GEJALA KLINIS

Pada Babi yang menderita Pneumonia Enzootika akan menunjukkan gejala-gejala klinis sebagai berikut :

  • Babi yang menderita Pneumonia Enzootika biasanya menunjukkan gejala batuk kering yang berlangsung sangat lama yang tampak terdengar bila babi sedang dalam keadaan tenang
  • Pada bentuk akut biasanya pada babi segala umur cenderung menunjukkan gejala anoreksia, serta terjadi penekanan pada respirasi dengan disertai batuk. Pada beberpa babi dewasa biasanya 50 % mungkin mati sebelum gejala batuk terlihat.
  • Pada bentuk kronis, kebanyakan kasus, tanda klinik yang terlihat ringan. Biasanya infeksi menyerang babi muda umur 3-10 minggu. Tanda-tanda klinik akan berkembang dalam waktu 10-16 hari. Biasanya dimulai dengan diare dan batuk kering bersin-bersin terlihat pada anak babi yang masih menyusui, demam juga dapat terjadi.
  • Tanda klinik yang lain yaitu sela 2-3 hari yang pertama setelah infeksi, anak-anak babi umur 3 sampai 10 minggu mengalami diare ringan yang disertai dengan batuk. Diare itu biasanya tidak terlalu menarik perhatian ternak karena sifatnya ringan saja.
  • Pertumbuhan babi yang menderita penyakit ini akan terhambat, dan keadaan anak-anak dalam litter itu tidak tegar
  • Pada infeksi awal itu sifatnya ringan saja dan bila tidak ada komplikasi, mortalitasnya rendah( 1-5% )
  • Bila ada komplikasi sekunder dari organisme lain yaitu pasteurella akan menjadi cukup para dan menyebabkan banyak kerugian. Bila ada komplikasi sekunder biasanya nafsu makan babi yang terserang menrun, nafasnya susah, batuk dan temperatur tubuh meningkat dan babi semakin lemah.


PATOGENESIS
Mycobacterium hypopneumonia dapat menginfeksi secara inhalasi melalui udara. Selain itu infeksi Mycobacterium Pneumoniae juga dapat melalui kontak langsung dengan babi penderita pneumonia enzootika. Mycoplasma pneumonia yang telah menginfeksi akan tetap di saluran respirasi yang akan berlokasi pada silia sel dari trachea, bronchial dan bronchial epithelium. Mycobacterium ini akan berada di sana sampai periode berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan akan menyebabkan sederetan perubahan patologi. Pada proses terjadinya pneumonia mikoplasma, terdapat hiperplasi limfoid di sekitar jalan udara dan vasa yang berhubungan dengannya. Pada beberapa kasus noduli limfoid atau lembaran yang menutupi permukaan muskularis mukosa dan menyebabkan penyempitan lumen jalan udara. Centrum germinal kadang-kadang nampak. Epithelium di atas prominent nodul kadang mengalami ulserasi dan degenerasi. Di tempat lain terdapat hiperplasi , khususnya pada bronkhioli. Silia tidak terdapat/ hilang dari daerah permukaan ini. Terdapat hiperplasi dari sel goblet pada bronchus dan bronkhiolus yang lebih lebar, dan glandula submukosa bronkhial mengalami peningkatan jumlah dan ukuran. Peningkatan aktivitas sel yang mensekresi mukus, bertanggungjawab atas terdapatnya mukus atau mukopus dalam jumlah besar. Komponen alveolitis dari bronkhointestinal pneumonia terdiri atas penebalan yang melebar dari septa alveoli yang berdekatan sampai bronkhiolus dan akumulasi eksudat pada lumen. Septa alveolar menebal karena akumulasi dari limfosit dengan ukuran yang bervariasi dan sel plasma dalam jumlah yang sedikit. Eksudat intra alveolar terdiri dari makrofag predominan tapi juga sel plasma, limfosit, dan netrofil dalam jumlah yang bervariasi. Terdapat hiperplasia dari epitel alveolar tipe II dari alveolar yang meradang akibat perkembangan lesi. Ini bisa sulit untuk dideteksi secara histologis ketika arsitektur alveoli disamarkan oleh ketiadaan batas yang bisa dideteksi antara septa alveolar yang menebal dan lumen yang mengalami atelektase serta terisi eksudat.

Studi eksperimental dari patogenesis mikoplasmal pneumonia menunjukkan bahwa tipe gross lesions (lesi yang besar/banyak) tidak terjadi 2-4 minggu setelah infeksi. Tingkat perkembangan lesi tergantung dari faktor yang berhubungan dengan dosis dan strain dari Mycoplasma, metode administrasi, dan kepekaan babi yang terekspos. Inokulasi dari dari paru-paru yang terdapat mikoplasma di dalamnya adalah jalan yang lebih nyata dalam menyebabkan penyakit, sebagaimana juga menyebabkan mikoplasmosis pada sapi, kambing, dan domba. Pada babi muda yang secara alamiah terekspos aerosol infeksius segera setelah lahir dapat membentuk lesi pada saat berusia 3-5 minggu. Lesi inisiasi disebabkan oleh Mycoplasma, yang terdapat satu minggu setelah infeksi, adalah bronkchitis dan bronkhiolitis netrofilik, dan akumulasi dari makrofag dan netrofil pada perbatasan alveoli. Pengurangan jumlah netrofil dan peningkatan sel limfoid setelah beberapa minggu untuk mencapai stadium penuh dari konsolidasi, terdeskripsi lebih awal. Ada conflik tentang pneumonia yang menetap setelah mencapai puncak sekitar 5-6 minggu setelah infeksi. Estimasi jarak dari resolusi komplit yang esensial dari micoplasmal pneumonia uncomplecated (yang tidak rumut, masih sederhana) dalam 2 bulan hingga pada reduksi yang tidak terprediksikan pada perluasannya bahkan sampai 3 bulan. Dalam melihat sejumlah besar variabel dalam situasi experimental dan khususnya di lapangan, jarak yang lebar pada persistensi adalah diharapkan. Biasanya akan tampak lesi kecil yang berupa area berwarna merah kegelapan pada bagian anterior lobus paru-paru. Area ini lama-kelamaan akan meluas setelah 7 hari dan 13 hari setelah infeksi area yang melebar tersebut akan semakin menguat di bagian anterior lobus paru-paru. Mediastinal dan bronchial lymphonodus akan menjadi besar ( membengkak ). Tiga minggu setelah infeksi area yang menguat akan hilang dan berubah menjadi warna kemerah-merahan dan menjadi pucat sampai kelabu setelah infeksi minggu ke delapan.

Perubahan histologi pertama terjadi 3 hari setelah infeksi dengan adanya gabungan inflamasi dengan congesti pada kapiler septa alveoli dan adanya akumulasi polimorfonuklear pada jalan udara ( saluran ) serta lamina propria dari bronchioli. Lima hari sesudah infeksi, lymphocytes dan plasma sel. Perubahan selanjutnya meliputi proliferasi dari dari jaringan limphoid yang menyebabkan occlusi pada beberapa bronchiolus. Hypertrophy dari glandula bronchial terjadi disertai exudat yang berupa mucus dan sel mononuclear ditemukan pada saluran udara. Pneumonia enzootik merupakan salah satu contoh dari bronchopneumonia suputartif yang juga ditandai dengan konsistensi dari paru-paru adalah mengeras serta exsudat yang berupa purulen di dalam bronchi biasanya berakhir dari pneumonia ini adalah adanya abses kranioventral dari paru-paru, terjadi bronchiektasi serta terjadi hyperplasia. Pneumonia enzootika ini juga dapat menyebabkan pleuritis fibrinosa yang bersifat ringan.

Stroke

Stroke    atau yang biasa juga dikenal dengan Cerebrovascular Accident atau CVA adalah kematian sel-sel otak secara tiba-tiba karena adanya gangguan distribusi darah ke otak. Dapat juga karena adanya hambatan suplai darah yang menuju ke otak sehingga ketika aliran darah yang menuju ke otak sedikit atau terganggu, maka oksigen dan nutrisi-nutrisi yang penting untuk otak tidak dapat sampai ke tujuan. Hasilnya adalah, abnormalitas fungsi otak.
Dalam melakukan berbagai fungsi yang diperintahkan oleh otak, tubuh akan  melakukan secara langsung keseluruhan aktivitas tubuh, yang dimulai dari berjalan, melihat sampai untuk memberikan respon. Untuk dapat melakukan semua itu, otak memerlukan pasokan energi yang ada secara konstan, yang dapat disediakan oleh oksigen dan nutrisi yang dapat terpenuhi bersama dengan adanya aliran darah. Jika aliran darah mengalami hambatan oleh berbagai masalah yang terletak diantara otak dan jantung maka suplai oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan untuk menjaga sel syaraf dan kelangsungan hidup serta fungsi jaringan akan terputus.
Pada umumnya  sel otak  sangat sensitif terhadap adanya perubahan suplai oksigen dan nutrisi. Dan jika sel- sel otak kekurangan suplai oksigen dan nutrisi hanya dalam beberapa menit saja, sel-sel otak  tersebut akan menderita kelaparan atau kekurangan pasokan energi hingga akhirnya mengalami kematian.
Stroke dapat menyebabkan ketidakmampuan yang bersifat permanent bagi pasien. Sebagai contoh pasien yang telah mengalami stroke dapat mengalami kelumpuhan, baik di salah satu ataupun dikedua sisi bagian tubuhnya , memiliki kesulitan dalam berjalan, kesulitan saat makan ataupun melakukan segala aktivitas sehari-hari lainnya. Bahkan di beberapa kasus penderita akan kehilangan kemampuannya dalam berbicara ataupun mengerti apa yang diucapkan oleh orang lain. Sedangkan pada hewan yang mengalami stroke akan kehilangan kemampuannya dalam melakukan segala aktivitas kesehariannya seperti makan, minum, berjalan, berlari ataupun  aktivitas lainnya.

Etiologi dari Kejadian Stroke adalah:
Blok Arteri
·  Penyumbatan arteri dalam otak
·  Pengerasan arteri yang mensuplai darah ke otak (ex: a. Carotis)
·  Embolisme otak dari jantung atau arteri
Ruptur Arteri (Hemorrhage)
·  Cerebral hemorrhage (Perdarahan dalam otak)
·  Subarachnoid hemorrhage dan Intracerebral hemorrhage (perdarahan antara otak dan dalam tengkorak).

Aliran cairan yang melewati pembuluh darah dapat dihalangi dengan dua cara yang berbeda, yaitu oleh adanya kerusakan yang terjadi di pembuluh darah atau oleh adanya tekanan atau pengekangan yang berasal dari luar pembuluh darah. Aliran darah yang melewati pembuluh darah, dapat juga dihambat dengan dua cara dan juga merupakan tipe stroke, yaitu:

A.   Ischemic Stroke
 Ischemic stroke disebabkan oleh terjadinya obstruksi /kerusakan di dalam arteri, yang secara umum terjadi pada arteri carotis , yaitu arteri utama yang terletak di leher, yang bertugas untuk membawa darah yang kaya akan oksigen dari jantung menuju otak.
       Serangan Stroke Ischemic yang bersifat sementara, disebut juga dengan TIA (Transient Ischemic Attack).      Kadang TIA (Transient Ischemic Attack) mengawali terjadinya suatu ischemic sroke. TIA juga dikenal dengan stroke ringan, yaitu merupakan gejala sroke yang timbul tetapi hal itu cepat menghilang dalam kurun waktu 5 menit hingga 24 jam. TIA dapat terjadi katika bekuan yang dihasilkan tertimbun di daerah yang mengalami atherosclerotic tetapi tidak mampu memecahkannya atau adanya proses embolik yang mengalami hambatan sementara di pembuluh yang menyempit, tetapi dengan segera dapat diatasi dengan sendirinya. TIA juga dapat disebabkan oleh atherosclerosis itu sendiri, yaitu ketika terjadi penyempitan dari pembuluh darah yang membatasi aliran darah ke bagian otak, sudah cukup menjadi alasan untuk menyebabkan timbulnya gejala seperti stroke.

B.   Haemorrhagic Stroke
Hemorrhagic Stroke terjadi ketika pembuluh darah yang lemah di dalam otak pecah sehingga menyebabkan perdarahan disekitar jaringan. Darah yang keluar dapat memadat dan menyesakkan pembuluh darah disekitarnya, sehingga dapat menekan aliran darah serta menghambat distribusi oksigen dan nutrisi disekitar jaringan tersebut. Walaupun frekwensi terjadinya Hemorrhagic Stroke lebih kecil dibandingkan dengan Ischemia Stroke tetapi keduanya harus tetap diwaspadai. Karena keduanya memiliki pengaruh yang besar didaerah otak. Gejala yang sering ditimbulkan oleh Hemorrhagic Stroke mungkin lebih mendadak dan lebih parah serta Stroke jenis ini membawa resiko kematian yang lebih hebat dibandingkan dengan Ischemia Stroke.

Tipe  lain dari gejala Stroke juga dapat dikarenakan oleh beberapa faktor ataupun kondisi lainnya termasuk tumor otak, infeksi yang bermacam-macam atau bahkan karena over dosis obat-obatan.

Parvo virus pada Anjing

Sebenarnya ada dua jenis parvovirus yang menyerang anjing, yaitu Canine Parvo Virus Type-1 (yang disebut Minute Virus of Canines / MVC) dan Canine Parvo Virus Type-2 (CPV-2). Secara antigenik kedua virus ini berbeda. CPV-1 jarang menyebabkan enteritis dan gangguan respirasi pada anak anjing, munculnya tidak pasti, dan patogenitasnya serta tingkat keparahan infeksinya pada anjing belum diketahui dengan pasti. Sehingga etiologi parvovirus pada anjing lebih mengacu pada CPV-2. (Carter, 2003)

CPV-2 adalah anggota genus Parvovirus yang termasuk dalam genus Parvoviridae. Anggota Parvovirus ini menginfeksi vertebrata dan bereplikasi secara bebas. (Fenner, 1995). Virus Parvo sangat kecil dengan DNA tak berselubung (non envelope DNA) yang berisi virus yang membagi secara sangat cepat. Virus ini juga sangat stabil dalam kondisi lingkungan (pH dan suhu lingkungan) juga dapat bertahan hidup sangat lama pada baju, lantai kandang, alat – alat makan dan minum anjing. (Dharmojono, 2001).

Ketika ditemukan tahun 1978, sebagian besar anjing yang diserang adalah anak anjing yang berumur dibawah 3 bulan dan sisanya, sebanyak 2 – 3 % adalah anjing dewasa. CPV-2 ini terutama menyerang anjing muda karena sistem imunnya masih rendah. CPV-2 senang tumbuh pada sel yang sedang mengalami pembelahan secara aktif. Pada anjing muda, konsentrasi terbesar dari sel yang aktif membelah adalah pada lapisan usus, sehingga CPV-2 banyak menyerang bagian ini. (Baxter, 2002).

Karena beberapa sebab yang belum diketahui dengan pasti, anjing ras Rottweillers, Doberman, Pinschers dan beberapa ras anjing lain yang berwarna hitam dan kecoklatan mudah terserang parvo. Selain itu pada anjing jenis ini, kematian karena parvo lebih cepat terjadi dengan kemungkinan sembuh lebih kecil dari ras lain. (Klinkam,2000). Beberapa peneliti menyatakan bahwa pada ras – ras tersebut terdapat “genetic lineages” tapi belum ada bukti yang pasti. (Dharmojono, 2001).