Distemper pada anjing merupakan masalah serius, mungkin merupakan ancaman utama pada anjing. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari golongn Paramyxovirus. Virus ini ada dimana-mana dan mencemari lingkungan, udara, makanan, dan minuman. Anjing yang menderita malnutrisi, banyak kutu, dan cacingan akan mudah terserang penyakit ini. Anjing dari segala umur, namun terlebih pada anak anjing akan lebih rawan dan menyebabkan tingkat kematian tinggi akibat canine distemper ini. (Dharmojono,2002)
Canine Distemper Virus (CDV), menyerang anjing segala umur namun demikian anak anjing yang paling sensitif, terutama ketika iminitas maternal sudah hilang. Anjing yang menderita distemper akut akan mengeluarkan virus dari ekskresi
yang dikeluarkannya tanpa memandang apakah menunjukkan gejala klinis atau tidak. Sekresi yang keluar dari alat pernafasan ternyata merupakan penyebar virus lewat udara yang sering terjadi. Pada kebanyakan anjing yan berhasil sembuh dari distemper akan kebal terhadap distemper dikemudian hari, kecuali kalau ajnjing tersebut dalam kurun waktu berikutnya hidup di lingkungan yan tercemar distemper dan mendaptkan pemeliharan yan buruk. Apabila anjing tersebut sudah menunjukkan gejala ensephalitis, maka anjing tersebut tetap sangat rawan terhadp infeksi distemper ulang. Virus distemper dapat ditransfer ke anak-anaknya saat masih dalam kandungan lewat placenta.
Gejala permulaan adalah demam (40-42 derajat Celcius), depresif, tidak ada nafsu makan, batuk, mencret kadang berdarah, cermin hidung kering dan berkerak, dan keluar belek dari mata,teracak ujung jari dibawah kuku menjadi kering, keras, dan tajm sehingga penyakit ini pun disebut Hard Pad Disease. Ajing yang lebih tua, ataua yang pernah mendapatkan vaksinasi distemper terkadang dapat mengatasi stadium ini. Pada umumnya anjing memperlihatkan gejala-gejala gangguan syaraf karena virus penybabnya memang masuk ke dalam jaringan syaraf, pada stadium ini anjing akan menjadi cacat. Gangguan syaraf lainnya adalah lemah, otot bergeta, sempoyongan, mulut dan lidah selalu mengecap, kejang, hingga menjadi lumpuh.(Dharmojono, 2002)
Gejala klinik penyakit distemper sangat bervariasi baik dalam durasinya ataupun dalam keseriusannya. Gejala dapat terjadi berat atau ringan tanpa atau dengan memperlihatkan gejala-gejala CNS. Terlihat pada hari ke 3-6 pasca infeksi akan timbul pireksia yang akn berjalan beberapa hari atau timbulnya bersifat berselang yang disertai dengan pengeluaran ingus encer yang kemudian mejadi kental dari hidung dan mati, terlihat depresi dan anoreksia. Gejala-gejala gastrointestinal dan respirasi akan mengikuti disertai terjadinya infeksi sekunder oleh bakteria, meski demikian 50% anjing yang menderita infeksi virus distemper mungkin sekali hanya akan memperlihatkan gejala-gejala subklinik. Pada beberapa penderita akan memperlihatkan gejala CNS dan diikuti gejala penyakit sistemik, tergantung pada strain virus maka gejala-gejala dapat menunjukkan gejala akut atau sub akut. (Dharmojono, 2001)
Canine Distemper Virus (CDV), menyerang anjing segala umur namun demikian anak anjing yang paling sensitif, terutama ketika iminitas maternal sudah hilang. Anjing yang menderita distemper akut akan mengeluarkan virus dari ekskresi
yang dikeluarkannya tanpa memandang apakah menunjukkan gejala klinis atau tidak. Sekresi yang keluar dari alat pernafasan ternyata merupakan penyebar virus lewat udara yang sering terjadi. Pada kebanyakan anjing yan berhasil sembuh dari distemper akan kebal terhadap distemper dikemudian hari, kecuali kalau ajnjing tersebut dalam kurun waktu berikutnya hidup di lingkungan yan tercemar distemper dan mendaptkan pemeliharan yan buruk. Apabila anjing tersebut sudah menunjukkan gejala ensephalitis, maka anjing tersebut tetap sangat rawan terhadp infeksi distemper ulang. Virus distemper dapat ditransfer ke anak-anaknya saat masih dalam kandungan lewat placenta.
Gejala permulaan adalah demam (40-42 derajat Celcius), depresif, tidak ada nafsu makan, batuk, mencret kadang berdarah, cermin hidung kering dan berkerak, dan keluar belek dari mata,teracak ujung jari dibawah kuku menjadi kering, keras, dan tajm sehingga penyakit ini pun disebut Hard Pad Disease. Ajing yang lebih tua, ataua yang pernah mendapatkan vaksinasi distemper terkadang dapat mengatasi stadium ini. Pada umumnya anjing memperlihatkan gejala-gejala gangguan syaraf karena virus penybabnya memang masuk ke dalam jaringan syaraf, pada stadium ini anjing akan menjadi cacat. Gangguan syaraf lainnya adalah lemah, otot bergeta, sempoyongan, mulut dan lidah selalu mengecap, kejang, hingga menjadi lumpuh.(Dharmojono, 2002)
Gejala klinik penyakit distemper sangat bervariasi baik dalam durasinya ataupun dalam keseriusannya. Gejala dapat terjadi berat atau ringan tanpa atau dengan memperlihatkan gejala-gejala CNS. Terlihat pada hari ke 3-6 pasca infeksi akan timbul pireksia yang akn berjalan beberapa hari atau timbulnya bersifat berselang yang disertai dengan pengeluaran ingus encer yang kemudian mejadi kental dari hidung dan mati, terlihat depresi dan anoreksia. Gejala-gejala gastrointestinal dan respirasi akan mengikuti disertai terjadinya infeksi sekunder oleh bakteria, meski demikian 50% anjing yang menderita infeksi virus distemper mungkin sekali hanya akan memperlihatkan gejala-gejala subklinik. Pada beberapa penderita akan memperlihatkan gejala CNS dan diikuti gejala penyakit sistemik, tergantung pada strain virus maka gejala-gejala dapat menunjukkan gejala akut atau sub akut. (Dharmojono, 2001)
daftar pustaka ada penulis