Skin test (Uji Kulit) menggunakan antigen protein yang berasal dari Brucella (gen Brucella atau Brucellin). Brucellosis mampu untuk menimbullkan respon selluler maupun respon yang dimedmiasi oleh antibodi pada tubuh hospes ; sehingga brucellin skin test (uji kulit brucellin) harus dipertimbangkan penggunaannya dalam kondisi reaksi serologis yang menghasilkan positif palsu. Uji ini memiliki tingkat spesifitas yang tinggi sehingga hewan yang terinfeksi secara laten tanpa menghasilkan level antibodi yang mampu untuk diukur, dan hewan yang tidak divaksinasi yang memberikan reaksi positif terhadap uji ini, harus dikategorisasikan sebagai hewan yang terinfeksi. Oleh karena itu, hasil dari pengujian dengan menggunakan metode ini dapat membantu dalam melaksanakan interpretasi terhadap dugaan reaksi serologis positif palsu diakrenakan keberadaan bakteri yang mampu menyebabkan reaksi silang, teruatama didaerah yang telah dinyatakan secara resmi sebagai daerah bebas Brucellosis.
Namun demikian, baru-baru ini, baik hewan yang divaksinasi maupun hewan yang terinfeksi dengan mikroorganisme penyebab reaksi silang memberikan hasil positif terhadap skin test dalam suatu jangka waktu tertentu. Bercovich (1999) melaporkan bahwa, skin test seharusnya merupakan uji yang dilaksanakan pada negara yang berkembang karena biasanya ternak sapi pada negara yang berkembang tidak diberikan pengenal tag, sehingga hasil uji serologis dapat dihubungkan dengan individu hewan. Uji ini dapai diandalkan sebagai uji dalam rangka survey klinis dan survei epidemiologis. Uji ini sangat penting untuk dilaksanakan pada area dengan prevalensi Brucellosis yang rendah atau area yang dinyatakan bebas dari penyakit Brucellosis. Uji ini dilaksanakan dengan menyuntikkab Brucellin pada area phlank (panggul) atau intrapalpebrae, kemudian ketebalan kulit pada daerah yang diinjeksi tersebut diukur. Tidak semua hewan terinfeksi akan memberikan reaksi, sehingga uji ini tidak dapat diterapkan sebagai uji tunggal, atau untuk tujuan perdagangan. Hampir mirip, seperti yang dilaorkan oleh Cutler dkk pada tahun 2005 bahwatingkat spesifitas dari uji ini menurun seiring dengan vaksinasi, dan keperluan untuk mengunjungi 2 peternakan, ditetapkan selang waktu untuk pengulangan uji, dan interpretasi hasil yang bersifat subyektif, membuat uji ini sulit untuk memberikan diagnosa yang efektif.