Penyakit Pyometra pada Sapi

Pyometra berasal dari kata pyo artinya nanah dan metra artinya uterus. Pyometra berarti peradangan kronis dari mucosa uterus (endometrium) yang disebabkan oleh adanya infeksi dan ditandai dengan adanya pengumpulan nanah dalam uterus, serta dapat menyebabkan gangguan reproduksi yang bersifat sementara (infertil) atau permanen (kemajiran). Pyometra dapat terjadi pada sapi, anjing, kucing, dan kuda sedangkan pada hewan lain jarang terjadi.( Hardjopranjoto. 1995 )

ETIOLOGI DAN MORFOLOGI
Pyometra dapat ditimbulkan oleh kuman atau bakteri yang dalam keadaan normal hidup didalam uterus dan saluran reproduksi lain; misalnya kuman pyogenes yang karena suatu sebab menjadi patogen. Penyakit kelamin menular seperti brucellosis, trichomoniasis dan vibrosis atau kuman yang non spesifik seperti golongan coccus, coli juga dapat menyebabkan terjadinya pyometra pada sapi. Pada induk penderita trichomoniasis fetus mati tidak diabortuskan, tetapi dihancurkan oleh mikroorganisme ini sehingga menyerupai bubur dan bersama nanah endometritis menjadi pyometra. Pyometra dapat terjadi sesudah inseminasi buatan, perkawinan alam atau sesudah partus. Dengan adanya inseminasi buatan ataupun perkwinan alami dapat memberikan kontribusi yang cukup baik bagi mikroorganisme dari luar untuk masuk kedalam uterus dan apabila induk sedang bunting dapat menyebabkan fetus yang dikandung menjadi tertular, diikuti kematian dan hancuran fetus berbentuk nanah dan menimbun sebagai pyometra. Masuknya mikroorganisme ini dapat terjadi ketika dilakukan inseminasi intra uterin pada hewan bunting dengan semen yng terkontaminasi sehingga terjadi kematian embrio dan melanjut sebagai pyometra. Kasus pyometra setelah perkawinan alami biasanya berhubungan dengan kematian embrio dini akhibat penyakit menular yang telah disebutkan diatas Pada kebayakan kasus pyometra terjadi menyusuli retentio secundinae dan metritis postpartum, di mana sering terjadi pengeluaran nanah melalui vagina. Pada trichomoniasis atau infeksi lainnya dapat terjadi kebuntingan muda dan fetus dibinasakan oleh organisme yang bersangkutan. Fetus dan selaputnya hancur sehingga menyebabakan pyometra. Dalam hal ini penyumbatan cervix dapat menetap untuk waktu yang lama.Pada pyometra dinding uterus umumnya tebal dan berat dan tidak memiliki tonus uterus berisi cairan yang mengumpul, tidakada fetus , plasentoma dan selaput janin , tidak ada fremitus.cairan didalam uterus dapat berupa air seperti sirup atau kental. Pyometra dapat terjadi setelah partus yang disertai dengan adanya retensi plasenta atau karena kelahiran yang sukar (distokia) tanpa penanganan yang baik sehingga terjadi keradangan pada uterus (endometritis) yang akut. Hal itu dimungkinkan karena terjadinya luka akibat tertusuk oleh alat-alat kebidanan yang tidak steril pada waktu penanganan distokia..


Pyometra dapat dibedakan menjadi 2 tipe :

  • Pyometra terbuka, dimana pus dan toksin dapat mengalir keluar dari uterus melalui cervix dan vutra.
  • Pyometra tertutup, dimana dan toksin tidak dapat keluar dari uterus sehingga terjadi ruptur di uterus yang dapat berlanjut menjadi peritonitis.

GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada sapi betina penderita pyometra adalah tidak munculnya birahi dalam waktu yang lama atau anestrus, siklus birahi hilang karena adanya korpus luteumpersisten. Terdapat timbunan nanah dari 200- 20.000 ml di dalam rongga uterus dan hanya keluar dari vagina pada waktu sapi berbaring dan sapi akan merasakan sakit didaerah abdomen. Suatu pengeluaran cairan seperti nanah yang terjadi 2 – 3 minggu setelah portus yang disebabkan metritis paerpularis adalah bukan pyometra sejati. Pyometra yang sejati adalah bila nanah yang tertimbun dan tidak dikeluarkan selama lebih dari 60 pasca melahirkan dan selama itu birahi tidak pernah muncul. Pengeluaran nanah ditandai adanya kotoran yang melekat pada alat kelamin luar maupun pada ekor, kaki belakang dan kandang. Abdomen terlihat membesar karena uterus membesar sesuai dengan volume nanah yang tertimbun.hal ini dikarenakan servik uterus menutup sehingga terjadi retensi exudat purulent dalam kornu uteri. Tubuh sapi penderita pyometra terlihat kurus, bulu suram, temperatur tubuh naik,respirasi cepat pulsus naik dan turgor kulit. Sapi tidak mau makan tetapi banyak minum dan urinasi. Sapi juga dapat menderita peritonitis, depresi dan muntah.selain itu akan nampak bibir vulva yang membengkak dan apabila terjadi toxemia sistemik maka nampak gejala –gejala klinis menyerupai nephritis kronis yaitu polydipsi,polyuria,muntah,depresi dan dehidrasi.

 
PATOGENESIS
Pyometra adalah hasil dari pengaruh hormonal yang menurunkan ketahanan tubuh normal terhadap infeksi.Dan hal ini sudah dibuktikan bahwa uterus sapi lebih peka terhadap infeksi sewakyu metestrus dibanding dengan estrus. Secara eksperimentil pyometra dapat ditimbulkan pada babi,marmut dan anjing dengan suntikan estrogen. Kadar estrogen berlebih dalam darah (hyper estrogenism) menyebabkan hanya sedikit leukosit-leukosit yang tiba di dalam mucossa saluran genital dan menyebabkan infeksi uterus mudah terjadi. Bakteri yang secara normal ada dalam uterus maupun yang berasal dari luar tubuh kemudian pindah dari vagina ke uterus melalui aliran darah berkembang biak diantara glandula uterina dan lumen. 
Jika bakteri tersebut sangat virulent, sel darah putih (leukosit) tidak bisa membunuhnya. Leukosit akan mati dan terakumulasi sebagai nanah / pus. Nanah dan sekresi kelenjar uterin yang tertimbun di dalam uterus tidak dapat dikeluarkan karena kadar progesteron yang tinggi mengakibatkan negatif feedback (efek negatif) pada kelenjar pituitaria anterior sehingga kadar esterogen rendah dan kontraksi uterus berkurang. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya korpus luteum dan kista-kista folikel pada ovarium hewan yang menderita pyometra.

PERUBAHAN MIKROSKOPIK (HISTOPATOLOGI)
Perubahan mikroskopis yang terlihat adalah :

  1. Epitel penutup yang pada beberapa tempat terdiri dari sel-sel yang meninggi karena proliferasi, biasanya sel-sel itu berdegenerasi (albumin) atau hidropik
  2. Dipermukaaan atas terlihat hilangnya mukosa setempat (erosi atau ulkus)
  3. Didalam mukosa , banyak sekali berkumpul sel-sel radang terutama sel-sel histrosit dengan inti bening dan sel-sel radang bundar, termasuk sel-sel plasma yang intinya berbentuk roda dan terletak eksentrik. Juga sel-sel besar berprotoplasma ecosinofil sering terlihat (makrofag-makrofag). Sel-sel leukosit berinti polimorf dapat ditemukan di dalam lapisan sel epitel penutup sebelum sel-sel inti bermigrasi ke lumen uterus. Sel-sel kelenjar uterin biasanya memperlihatkan corak degenerasi dan poliferasi.
  4. Selain itu juga terlihat kelenjar-kelenjar yang epitelnya rendah dan biasanya mempunyai lumen yang luas.
  5. Pada beberapa tempat mungkin hilang beberapa tabung-tabung kelenjar dari tempatnya dan diganti oleh jaringan ikat.
  6. Juga didalam lumen tabung-tabung kelenjar dapat ditemukan sel-sel radang atau endapan-endapan yang mengandung zat telur atau fibrin.
  7. Lapisan muskularis biasanya juga terdiri dari serat-serat yang membengkak karena degenerasi (hialin); pembuluh-pembuluh darah dalam stadium akut penuh sesak dengan eritrosit-eritrosit. Dalam stadium menahun, biasanya terlihat banyak sel darah putih di dalam pembuluh-pembuluh darah itu flebitis jarang terlihat.

PERUBAHAN MAKROSKOPIK (PATHO-ANATHOMY)
Perubahan makroskopis yang terlihat adalah :

  1. Uterus mengalami penebalan dinding, atonis dan menggantung.
  2. Sewaktu rongga perut dibuka kedua kornu uteri terlihat sangat mencolok karena berisi nanah,sedangkan mukosa terlihat licin (Kormu uteri membesar dan melebar)
  3. Teridentifikasi adanya corpus loteum di ovarium kanan
  4. Terlihat adanya sulaman fibrin di dorsal uterus
  5. Tidak adanya kotiledon fetus dan korunkula atau plasentom pada dinding uterus maupun fetus yang tidak teraba pada palpasi rektal.
  6. Nanah cenderung untuk bergrafitasi dan berkumpul diapek atau ujung kornu dan tyidak ada penonjolan dorsal pada kornu uterus sepertiyang lazim ditemukan pada kebuntingan muda .
  7. Selaput lendir yang biasanya sangat kasar karena hiperplasia mukosa,disamping kerusakan atau erosi mukosa menjadi sangat jelas terlihat.
  8. Nanah biasanya tipis, kelabu kekuningan,sepertiair, sering mengandung bongkah-bongkah nanah dan utas-utas selaput dan tenunan fetal.konsistensi dan warna seperti subkentang ,nanah tidak berbau, atau agak manis tapi tidak membusuk.

DIAGNOSA
Diagnosa penyakit ini didasarkan adanya kotoran yang keluar dari alat kelamin secara tidak teratur terutama pada waktu berbaring. Diagnosa dapat ditegaaskan dengan pemeriksaan darah, biasanya hewan memperlihaaatkan hiper-lekositositosis, penambahan globulin dan albbumin darah, karena saat anamnesa hewan banyak minum atau muntah-muntah maka perlu diperiksa terhadap gangguan buah pinggang dan kadar ureum darah. Pada sapi esplorasi rektal dapat membantu menegakkan diagnosa. Pada eksplorasi rektal, terasa adanya pembesaran uterus yang bersifat simetris karena cairan nanah akan mengisi kedua kornu uteri. Dinding uterus terasa lebih tebal dari normal dan pada mukosa uterus tidak terasa adanya karunkula. Arteri uterina media kecil dan tidak ada fremitus. Bila uterus ditekan teraba fluktuasi karena ada cairan, sedang kan bila ditekan terus tidak teraba adanya pulsus. Seandainya diagnosa belllum pasti, sebaiknya dilakukamn pemeriksaan ulang dalam waktu satu atau dua bulan, jika pada kebuntingan normal maka terjadi perkembangan fetus dan uterus secara pogresif, sedangkan pada piometra kondisi tersebut tetap seperti semula yaitu korpus luteum menetap pada ovarium. (Toelihhere, 1985).

DIFFERENSIAL DIAGNOSA
Pyometra dari pengamatan luar dapat dikelirukan dengan kebuntingan karena keduanya menyebabkan pembesaran perut. Oleh karena itu perlu dibedakan antara keduanya. Pada pyometra pemeriksaan dari luar akan terlihat adanya pembesaran perut yang bersifat simetris, bulu suram, badan kelihatan kurus, pada waktu berbaring akan keluar kotoran dari alat kelamin. Sedangkan pada pemeriksaan melalui eksplorasi rectal, terasa adanya pembesaran uterus yang bersifat simetris karena cairan nanah akan mengisi kedua konue uteri, serta dinding uterus lebih tebal dari normal dan pada mucossa uterus tidak teraba adanya karankula. Arteri uterina media kecil dan tidak ada fremitus. Bila uterus ditekan terasa fruktuasi karena adanya cairan, sedangkan bila ditekan terus tidak teraba adanya fetus.


Pada keadaan bunting sebaliknya, pada pemeriksaan dari luar akan terlihat pembesaran perut yang berarah ke kanan karena sebelah kiri terdapat rumen, bulu mengkilat, badan mempunyai kesan gemuk, tidak ada kotoran keluar dari alat kelamin. Pada pemeriksaan melalui eksplorasi rectal terasa adanya pembesaran uterus bersifat asimetris karena pada sapi fetus di kandung pada salah satu kornue, sdangkan kornue yang lain tetap kecil. Dinding uterus menipis karena harus mengikuti pembesaran fetus dan teraba adanya karankula pada dinding uterus. Teraba dengan jelas arteri utera media yang membesar serta adanya fremitus. Bila uterus ditekan akan teraba adanya bagian-bagian dari tubuh fetus mulai dari kepala sampai badan dan anggota badan.


Selain kebuntingan, diagnosa yang hampir menyerupai pyometra adalah mukometra atau hidrometra, mummifikasi fetus, perimetritis maupun tumor cell granuloma. Hidrometra yaitu suatu keadaan dimana didalam rongga uterus terdapat penimbunan cairan atau lendir tetapi bukan nanah. Ini dapat dibedakan dengan kebuntingan melalui pemeriksaan rektal. Pada hidrometra tidak teraba adanya selaput fetus, pada ovarium tidak ada corpus luteum tetapi ada kista. Perimetritis yaitu radang yng terjadi pada bagian luar (serosa) dari dinding uterus. Tanda – tanda keadaan ini adalah adanya perlekatan yang berbeda –beda derajat luasnya antara dinding uterus dengan ligamen lata atau alat tubuh yang berada di rongga pelvis dan rongga perut., kadang kadang disertai dengan adanya abses pada perimetriumnya. Mumifikasi fetus juga salah satu differensial diagnosa pyometra yaitu terjadinya kematian fetus.

PENGOBATAN
Pengobatan awal ditujukan pada upaya membuka cerviks dan kontraksi uterus sehingga nanah dapat dipaksa mengalir keluar, diikuti dengan mengadakan irigasi dengan obat antiseptik dengan maksud untuk membersihkan sisa-sisa dalam uterus, kemudian diobati dengan antibiotika untuk membunuh mikroorganisme penyebabnya. Pemberian preparat estrogen atau sintesisnya bertujuan untuk mendorong terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan cerviks. Untuk itu diberikan Dietil stilbestrol (larutan dalam minyak mengandung 10 mg/ml). Pada hewan besar seperti sapi diberikan 50-100mg secara intramuskuler diulang 4 hari sekali. Obat lain yang dapat dipakai adalah Hypophysin yang didalamnya mengandung oksitosin, diberikan sebanyak 60-100 IU atau 3-5 ml secara intramuskuler atau subcutan. Pengobatan ini mengakibatkan kontraksi dinding uterus dan membuka cerviks diikuti keluarnya nanah dan terjadi involusi uterus.


Irigasi ke dalam saluran uterus dapat dilakukan dengan larutan yodium 1-2%, kadang-kadang dapat memberikan hasil yang cukup baik dalam usaha mengeluarkan nanah dari uterus. Stimulasi pada uterus dapat dilakukan dengan cairan antiseptik seperti larutan lugol sebanyak 2,5 ml yang dicampur ke dalam 250 ml aquades. Larutan ini diberikan untuk irigasi dalam uterus. Irigasi dilakukan dengan kateter dan larutan dikeluarkan kembali setelah uterus dipijat. Dengan irigasi ini, sisa nanah yang terkumpul dapat dikeluarkan walaupun tidak keseluruhan nanah dapat habis.


Beberapa macam antibiotika dapat dipakai sebagai obat pilihan untuk membunuh bakteri penyebab endometritis kronis disertai pyometra. Pemberian setiap hari secara intrauterin penisilin bersama streptomisin, dengan dosis Penisilin G 1000 000 IU dan Dehidrostreptomisin 1000 mg dilarutkan dalm 40 ml aquades, diulangi selama beberapa hari, atau Oksitetrasiklin (teramisin) dengan dosis 100 mg dilarutkan ke dalam 50-100 ml NaCl fisiologis, dapat dilakukan dengan cara dimasukkan ke dalam uterus melalui kateter. Obat yang lain adalah Nitrofurosone atau Furosin dapat diberikan larutan 0,2 % sebanyak 20-60 ml ke dalam rongga uterus.

Cara pengobatan pymetra yang lain adalah dengan pembedahan, yaitu mengangkat seluruh uterus yang terkena pyometra (ovariohysterektomi). Operasi ini lazim dilakukan pada kasus pyometra anjing dan kucing. Namun jarang dilakukan pada sapi karena melihat sisi ekonomisnya yang kurang menguntungkan.

Keadaan sapi penderita pymetra akan lebih baik bila penyakitnya belum lama terjadi. Jika penyakit ini segara diketahui dan baru berjalan 2-3 bulan, pengobatan pyometra dapat menyembuhkan 50 % dari penderita. Kondisi tubuh menjadi jelek jika penyakit sudah berjalan 6 bulan atau lebih, disertai dengan banyak nanah yang tertimbun, lebih-lebih bila tidak diadakan pengobatan. Pyometra pada sapi yang telah berjalan melebihi 120 hari atau uterus telah berisi lebih dari 8 liter nanah, lebih sukar disembuhkan. Fertilitas yang baik jarang terjadi pada sapi setelah menderita pyometra, kecuali kalau mikroorganisme yang menyebabkan infeksi ini dapat secara keseluruhan dibasmi.

Penyebab hewan mati pada piometra adalah perubahan alat-alat tubuh yang bersifat sekunder dan terutama disebabkan oleh intokksikasi atau septikemi yang berasal daaaari isi uterus. Maka terjadilah glomerulonephritis, degenerasi miocard dan hati beserta bengkak limfa.

PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit pyometra yaitu dengan mencegah terjadinya kelukaan atau keradangan mucosa uterus. Sterilisasi peralatan dan operator pada saat penanganan distokia dan inseminasi buatan sangat penting untuk mencegah infeksi bakteri dari luar tubuh. Kehati-hatian dalam melakukan penanganan distokia dan inseminasi buatan berguna untuk mencegah terjadinya kelukaan pada saluran reproduksi. Sanitasi kandang dan kebersihan tubuh sapi terutama pada bagian alat kelamin luar berfungsi untuk mencegah berkembangnya bakteri. Menjaga kesehatan umum sapi juga dapat mencegah terjadinya pyometra.