Tubuh manusia memiliki sistem pertahanan yang efisien terhadap kondisi hipokalsemia. Sistem ini terdiri atas kelenjar parathyroid, ginjal, tulang, dan intestinum (usus). Aksi dari hormone parathyroid di gabung dengan vitamin D aktiv (1,25-dyhydroxivitamin D) akan memperbaiki secara instan konsentrasi ion kalsium ekstra seluler yang semula rendah. Gangguan pada sistem ini akan berakibat pada kondisi hipokalsemia. Kelebihan kalsium yang berasal dari tulang atau dari usus akan di buang melalui urin. Hiperkalsemi biasanya terjadi ketika produksi kalsium melebihi kapasitas eliminasi ginjal. Pada pasien dialisa kronis, baik hipokalsemia maupun hiperkalsemia memungkinkan untuk terjadi karena terjadi gangguan pada kedua sistem tersebut.
Konsentrasi ion calcium ekstraseluler harus dijaga agar tetap stabil pada kisaran fisiologis normal fungsi sel ( 5 mg/dl) , seperti pada kontraksi otot dan fungsi syaraf. Pada manusia, konsentrasi ion kalsium akan selalu turun pada ketiadaan hormone pengatur seperti hormone parathyroid (PTH) dan vitamin D(1)
Pada kehidupan didalam air, konsentrasi ion kalsium sangatlah tinggi (40 mg/dl) , dan bahkan hampir mendekati nol pada makhluk hidup di daratan.
Sepertinya, kemampuan dalam menjaga kadar kalsium ekstra selluler menjadi hal yang sangatlah mendesak dalam prose perpindahan vertebrata dari daerah laut ke daratan yang di tandakan dengan kemunculan hewan hewan amphibi semejak 300 juta tahun yang lalu.
Kelenjar parathyroid adalah organ kunci dalam sistem ini. Selama proses evaluasi, kelenjar parathyroid awalnya muncul pada hewan amphibia di beberapa benua. Pada hewan reptil, parathyroidectomy selalu berakibat hipokalsemia, mengisyaratkan bahwa kelenjar parathyroid merupakan bagian tak terpisahkan dalam metabolisme calsium.
Sel sel kelenjar parathiroid mendeteksi adanya sedikit penurunan konsentrasi kalsium dari nilai normal dan kemudian sel tersebut akan mengeluarkan PTH [2]. Proses ini di mediasikan oleh reseptor yang terdapat pada sel-sel parathyroid [3]. Reseptor ini masih merupakan anggota dari superfamili dari sel reseptor permukaan dengan protein G berpasangan [4]. Terbukti, dengan penurunan jumlah reseptor ini, akan berakibat pada kurangnya sensitivitas terhadap konsentrasi kalsium [5]. Terdapat banyak faktor seperti salah satunya vitamin D yang dapat meningkatkan sensitivitas resptor ini [6]. pada kejadian kelainan mutatif yang bersifat herediter pada reseptor sel konsentrasi kalsium, terlihat peningkatan peran dari reseptor reseptor ini dalam mendeteksi kadan konsentrasi ion kalsium. Mutasi inaktivasi terjadi pada pasien yang menderita hypocalciuric hypocalcemia (Familial Hypocalciuric hypocalcemia - FHH), yag mana PTH akan terus di sekresikan walapun kondisi sudah hypercalcemia [7]. Mutasi aktivasi terjadi pada pasien yang menderita autosomal-dominant hypocalcemia (ADH), yang mana sel sel parathyroid akan menganggap keadaan hypocalcemia sebagai keadaan yang normal [8].
Hormon parathyroid (PTH) yang di sekresikan kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengaktivkan vitamin D (1,25-dihydrovitamin D) dan juga meningkatkan proses reabsorpsi kalcium pada bagian distal tubuli untuk mengembalikan konsentrasi kalsium ke kisaran normal. Disisi yang lain, PTH akan menghambat reabsorpsi Phospate dibagian sel sel proksimal tubuli, sehingga calcium di dalam dan produksi phosphate tidak akan meningkat walaupun terjadi resorpsi aktiv oleh tulang. PTH bersama dengan vitamin D meningkatkan resorpsi tulang, sehingga konsentrasi calcium dalam plasma meningkat. Siklus ini akan meningkatkan kadar ion kalsium dalam plasma. Sebagai sebuah sistem, konsentrasi kalsium yang telah mencapai normal akan menghasilkan umpan negatif kepada sel parathyroid, yang berimbas pada supressi terhadap sekresi PTH sampai dengan tingkat basa.
Sehingga, untuk dapat menjaga konsentrasi ion kalsium di dalam plasma, kita membutuhkan aktifitas remodelling tulang, PTH, dan kontrol PTH terhadap konsentrasi ion kalsium di pada ginjal dan tulang.
Namun demikian, PTH sendiri jikalau dalam kondisi sendiri tidak akan mampu untuk mengeNdalikan konsentrasi ion Calsium pada plasma. Vitamin D adalah hormon essensial lainnya yang mutlak harus ada agar sistem ini dapat bekerja secara optimal. Sudah dimengerti umu, bahwa untuk dapat melakukan resorpsi tulang yang efisien dibutuhkan vitamin D aktif. Pada tikus yang mengalami defisiensi vitamin D [9] dan pada pasien yang menderita hypoparathyroidismus, di obati dengan menggunakan vitamin D sterol aktif [10], sangat tidak mungkin bagi PTH untuk dapat melakukan reabsorpsi kalsium pada ginjal.
Sebagai suatu sistem pengaturan, PTH dan vitamin D mendeterminasikan nilai konsentrasi kalsium pada ginjal dan cairan ekstraseluler dan pada reabsorpsi di tubulus renalis. Keduanya akan membentuk suatu sistem keseimbangan sehingga akan menjaga konsentrasi kalsium menjadi homeostasis. Ketidakserasian antara kedua faktor ini akan meningkatkan sekresi kalsium ke dalam urin atau akan meningkat akumulasi kalsium dalam tulang
Pada ringkasan di atas, dalam keadaan normal, setiap kelebihan kalsium dalam plasma darah akan dibunag melalui urin dan setiap konsentrasi kalsium dalam plasma yang rendah akan di respon dengan peningkatan mobilisasi ion kalsium dari tulang sampai dengan konsentrasi kalsium dalam plasma mencapai titik normal.
Langkah pertama untuk dapat mengenali kondisi ketidak seimbangan kalsium adalah dengan melakukan pemeriksaan terhadap serum darah secara rutin karena hiper atau hipo kalsemia pada pasien tertentu bisa saja bersifat asimptomatis. Sangatlah di anjurkan bahwa dalam mengukur konsententrasi kalsium dilakukan dengan bersama sama juga menghitung konsentrasi phospate dan albumin. Sebagai tambahan, hormon pertama yang harus diukur adalah PTH.
Pada kondisi pasien hypoalbuminemia, konsentrasi ion kalsium dalam serum tidak menggambarkan konsentrasi kalsium terionisasi dalam serum yang sesungguhnya. Karenakonsentrasi kalsium dalam serum akan selalu mengalami koreksi oleh kondisi albumin. Kalau tidak, banyak interprestasi darah akan berujun pada hiperkalsemia. Ketika nilai konsentrasi albumin dalam serum kurang dari 4 gr/dl, calcium terkoreksi mungn dapat dihitung sebgai berikut : calcium terkoreksi (mg/dl) = kalcium (mg/dl) + [4-Alb (g/dl)].
Konsentrasi Phospat pada serum darah pasien yang sedang berpuasa juga sangat berguna untuk analisa kejadian ketidakseimbangan kalsium karena pada kondisi seperti demikian akan kelihatan status PTH dan PTHrP. Kedua hormon tersebut akan menghambat reabsorpsi phospate pada tubuli. Sehingga, hipophospatemia pada kondisi Hyperkalsemia mengisyaratkan kenaikan PTH atau PTHrP, seperti pada keadaan hyperphospatemia yang mengisyaratkan level yang tinggi dari 1,25 (OH)2 D.
Hiperkalsemia terjadi ketika konsentrasi kalsium dalam darah lebih tinggi dari kemampuan ginjal dalam mengekskresikannya. Konsentrasi kalsium yang tinggi tersebut bisa berasal dari tulang ataupun berasal dari intestine. Sehingga, kejadian hiperkalsiuria biasanya merupakan kondisi lanjutan dair hiperkalsemia, kecuali pada kondisi FHH, yang mana ekskresi kalsium melalui urin terganggu
Hipokalsemia biasanya mengindikasikan bahwa PTH dan Vitamin D tidak memberikan respon yang cukup pada mekanisme homeostasis kalasium. Dan lagi, determinasi dari Phospate dalam serum dan PTH yang tinggi merupakan petunjuk petunjuk yang mengarah pada diagnosa akhir. Pada kejadian hipokalsemia, konsentrasi P pada serum yang tinggi dengan fungsi ginjal yang normal mengindikasikan bahwa PTH hanya menimbulkan efek yang kecil saja, sementara konsentrasi P yang rendah bisa mengakibatkan level 1,25(OH)2D ke level yang rendah pula. Lebih jauh lagi, level PTH yang rendah adalah diagnosa untuk kejadian hiperparathyroidismus primer dan level PTH yang tinggi bisa mengarah pada dua kemungkinan, defisiensi vitamin D atau Organ target tidak merespon terhadap aksi yang distimulasikan oleh PTH. Sebuah pengujian yang dilakukan dilapangan seperti digambarkan pada gambar 3. Disertai degnan catatan, hipermagnesemia yang sangat akn berakibat pada hipokalsemia dengan merangsang resistensi organ target terhadap PTH dan dengan menurunkan sekresi PTH
Mekanisme yang paling penting dari hipokalsemia pada kondisi gagal ginjal kronis adalah dengan retensi P dan penurunan produksi Vitamin D aktif pada ginjal. Penurunan absorpsi kalsium oleh intestinal sebagian di kompensasikan dengan pemecahan kalsium dari tulang dan juga dengan meningkatnya konsentrasi PTH, dan juga dari cairan dialisa yang masuk pada pasien yang menderita dialisis (Gbr. 4). Hipokalsemia ringan pada pasien pasien ini secara rutin akan selalu di koreksi oleh calcium-mengandung pengikat Phosphate dan sterol vitamin D aktif (13)
Hiperkalsemi jarang terjadi pada pasien yang mengalami dialisis kronis. Pada pasien yang mengalami dialisis kronis , ekskresi calcium melalui ginjal akan sangat turun, atau bahkan sama sekali tidak ekskresikan melalui ginjal. Rute alternatif untuk ekskresi kalsium adalah melalui saluran gastrointestinal. Sehingga pasien ini akan dengan sangat mudah mengalami hiperkalsemia jikalau sejumlah cairan yang banyak mengandung kalsium dimasukkan ke dalam plasma darahnya. Pada pasien yang mengalami hiperpathiroidismus yang parah, konsentrasi kalsium akan selalu di penuhi dari tulang. Pada kondisi sarcoidosis dan tuberculosis, produksi ektopik 1,25(OH)D menigkatkan absorpsi kalsium melalui intestinal, dan juga meningkatkan penuerapan/resorpsi tulang[14]
Tulang menjadi penyangga terhadap kestersediaan kalsium pada pasien penderita dialysis. Kemampuan dari tulang tersebut bergantung kepada laju perubahan tulang [15]. Akhir kahir ini di temukan bahwasannya perlambatan proses perubahan tulang terjadi pada psien dialysis karena PTH akan terdepres oleh jenis obat yang baru. Pada beberapa pasien, hiperkalsemia bisa terjadi walau hanyalah sedikit kalsium yang masuk ke cairan ekstra seluler dengan menggunakan calcium – mengandung pengikat phosphate , atau sterol aktif vitamin D.
Pengamatan pengamatan ini menunjukkan bahwa ginjal dan tulang memiliki peran yang sangat penting dalam sistem pertahanan terhadap penigkatan knsentrasi kalsium pada cairan ekstra seluler. Pada kondisi hiperkalsemia, terjadi polyuria dengan urin yang encer. Telah diketahui bahwa hiperkalsemia akan mengaktifkan reseptor penginderaan kalsium yang terdapat pada ductus, yang akan mengurangi efek antidiuretic dari vasopressin. Sehingga, dalam kondisi hiperkalsemia, kalsium dalam jumlah yang besar bisa di ekskresikan melalui urine tanpa adanya resiko oversaturasi pada lumen tubulus [16].
konsetrasi ion kalsium akan turun tanpa adanya hormone pengatur
Pada kehidupan didalam air, konsentrasi ion kalsium sangatlah tinggi (40 mg/dl) , dan bahkan hampir mendekati nol pada makhluk hidup di daratan.
Sepertinya, kemampuan dalam menjaga kadar kalsium ekstra selluler menjadi hal yang sangatlah mendesak dalam prose perpindahan vertebrata dari daerah laut ke daratan yang di tandakan dengan kemunculan hewan hewan amphibi semejak 300 juta tahun yang lalu.
sistem pengaturan keseimbangan kalsium
Kelenjar parathyroid adalah organ kunci dalam sistem ini. Selama proses evaluasi, kelenjar parathyroid awalnya muncul pada hewan amphibia di beberapa benua. Pada hewan reptil, parathyroidectomy selalu berakibat hipokalsemia, mengisyaratkan bahwa kelenjar parathyroid merupakan bagian tak terpisahkan dalam metabolisme calsium.
Sel sel kelenjar parathiroid mendeteksi adanya sedikit penurunan konsentrasi kalsium dari nilai normal dan kemudian sel tersebut akan mengeluarkan PTH [2]. Proses ini di mediasikan oleh reseptor yang terdapat pada sel-sel parathyroid [3]. Reseptor ini masih merupakan anggota dari superfamili dari sel reseptor permukaan dengan protein G berpasangan [4]. Terbukti, dengan penurunan jumlah reseptor ini, akan berakibat pada kurangnya sensitivitas terhadap konsentrasi kalsium [5]. Terdapat banyak faktor seperti salah satunya vitamin D yang dapat meningkatkan sensitivitas resptor ini [6]. pada kejadian kelainan mutatif yang bersifat herediter pada reseptor sel konsentrasi kalsium, terlihat peningkatan peran dari reseptor reseptor ini dalam mendeteksi kadan konsentrasi ion kalsium. Mutasi inaktivasi terjadi pada pasien yang menderita hypocalciuric hypocalcemia (Familial Hypocalciuric hypocalcemia - FHH), yag mana PTH akan terus di sekresikan walapun kondisi sudah hypercalcemia [7]. Mutasi aktivasi terjadi pada pasien yang menderita autosomal-dominant hypocalcemia (ADH), yang mana sel sel parathyroid akan menganggap keadaan hypocalcemia sebagai keadaan yang normal [8].
Hormon parathyroid (PTH) yang di sekresikan kemudian mempengaruhi ginjal untuk mengaktivkan vitamin D (1,25-dihydrovitamin D) dan juga meningkatkan proses reabsorpsi kalcium pada bagian distal tubuli untuk mengembalikan konsentrasi kalsium ke kisaran normal. Disisi yang lain, PTH akan menghambat reabsorpsi Phospate dibagian sel sel proksimal tubuli, sehingga calcium di dalam dan produksi phosphate tidak akan meningkat walaupun terjadi resorpsi aktiv oleh tulang. PTH bersama dengan vitamin D meningkatkan resorpsi tulang, sehingga konsentrasi calcium dalam plasma meningkat. Siklus ini akan meningkatkan kadar ion kalsium dalam plasma. Sebagai sebuah sistem, konsentrasi kalsium yang telah mencapai normal akan menghasilkan umpan negatif kepada sel parathyroid, yang berimbas pada supressi terhadap sekresi PTH sampai dengan tingkat basa.
Sehingga, untuk dapat menjaga konsentrasi ion kalsium di dalam plasma, kita membutuhkan aktifitas remodelling tulang, PTH, dan kontrol PTH terhadap konsentrasi ion kalsium di pada ginjal dan tulang.
Namun demikian, PTH sendiri jikalau dalam kondisi sendiri tidak akan mampu untuk mengeNdalikan konsentrasi ion Calsium pada plasma. Vitamin D adalah hormon essensial lainnya yang mutlak harus ada agar sistem ini dapat bekerja secara optimal. Sudah dimengerti umu, bahwa untuk dapat melakukan resorpsi tulang yang efisien dibutuhkan vitamin D aktif. Pada tikus yang mengalami defisiensi vitamin D [9] dan pada pasien yang menderita hypoparathyroidismus, di obati dengan menggunakan vitamin D sterol aktif [10], sangat tidak mungkin bagi PTH untuk dapat melakukan reabsorpsi kalsium pada ginjal.
Sebagai suatu sistem pengaturan, PTH dan vitamin D mendeterminasikan nilai konsentrasi kalsium pada ginjal dan cairan ekstraseluler dan pada reabsorpsi di tubulus renalis. Keduanya akan membentuk suatu sistem keseimbangan sehingga akan menjaga konsentrasi kalsium menjadi homeostasis. Ketidakserasian antara kedua faktor ini akan meningkatkan sekresi kalsium ke dalam urin atau akan meningkat akumulasi kalsium dalam tulang
Pada ringkasan di atas, dalam keadaan normal, setiap kelebihan kalsium dalam plasma darah akan dibunag melalui urin dan setiap konsentrasi kalsium dalam plasma yang rendah akan di respon dengan peningkatan mobilisasi ion kalsium dari tulang sampai dengan konsentrasi kalsium dalam plasma mencapai titik normal.
ketidakseimbangan kalsium :
pendekatan secara teori dan praktek
Langkah pertama untuk dapat mengenali kondisi ketidak seimbangan kalsium adalah dengan melakukan pemeriksaan terhadap serum darah secara rutin karena hiper atau hipo kalsemia pada pasien tertentu bisa saja bersifat asimptomatis. Sangatlah di anjurkan bahwa dalam mengukur konsententrasi kalsium dilakukan dengan bersama sama juga menghitung konsentrasi phospate dan albumin. Sebagai tambahan, hormon pertama yang harus diukur adalah PTH.
Pada kondisi pasien hypoalbuminemia, konsentrasi ion kalsium dalam serum tidak menggambarkan konsentrasi kalsium terionisasi dalam serum yang sesungguhnya. Karenakonsentrasi kalsium dalam serum akan selalu mengalami koreksi oleh kondisi albumin. Kalau tidak, banyak interprestasi darah akan berujun pada hiperkalsemia. Ketika nilai konsentrasi albumin dalam serum kurang dari 4 gr/dl, calcium terkoreksi mungn dapat dihitung sebgai berikut : calcium terkoreksi (mg/dl) = kalcium (mg/dl) + [4-Alb (g/dl)].
Konsentrasi Phospat pada serum darah pasien yang sedang berpuasa juga sangat berguna untuk analisa kejadian ketidakseimbangan kalsium karena pada kondisi seperti demikian akan kelihatan status PTH dan PTHrP. Kedua hormon tersebut akan menghambat reabsorpsi phospate pada tubuli. Sehingga, hipophospatemia pada kondisi Hyperkalsemia mengisyaratkan kenaikan PTH atau PTHrP, seperti pada keadaan hyperphospatemia yang mengisyaratkan level yang tinggi dari 1,25 (OH)2 D.
Hiperkalsemia terjadi ketika konsentrasi kalsium dalam darah lebih tinggi dari kemampuan ginjal dalam mengekskresikannya. Konsentrasi kalsium yang tinggi tersebut bisa berasal dari tulang ataupun berasal dari intestine. Sehingga, kejadian hiperkalsiuria biasanya merupakan kondisi lanjutan dair hiperkalsemia, kecuali pada kondisi FHH, yang mana ekskresi kalsium melalui urin terganggu
Hipokalsemia biasanya mengindikasikan bahwa PTH dan Vitamin D tidak memberikan respon yang cukup pada mekanisme homeostasis kalasium. Dan lagi, determinasi dari Phospate dalam serum dan PTH yang tinggi merupakan petunjuk petunjuk yang mengarah pada diagnosa akhir. Pada kejadian hipokalsemia, konsentrasi P pada serum yang tinggi dengan fungsi ginjal yang normal mengindikasikan bahwa PTH hanya menimbulkan efek yang kecil saja, sementara konsentrasi P yang rendah bisa mengakibatkan level 1,25(OH)2D ke level yang rendah pula. Lebih jauh lagi, level PTH yang rendah adalah diagnosa untuk kejadian hiperparathyroidismus primer dan level PTH yang tinggi bisa mengarah pada dua kemungkinan, defisiensi vitamin D atau Organ target tidak merespon terhadap aksi yang distimulasikan oleh PTH. Sebuah pengujian yang dilakukan dilapangan seperti digambarkan pada gambar 3. Disertai degnan catatan, hipermagnesemia yang sangat akn berakibat pada hipokalsemia dengan merangsang resistensi organ target terhadap PTH dan dengan menurunkan sekresi PTH
hiperkalsemia pada pasien dialisa
Peran penting dari ginjal dan tulang
Mekanisme yang paling penting dari hipokalsemia pada kondisi gagal ginjal kronis adalah dengan retensi P dan penurunan produksi Vitamin D aktif pada ginjal. Penurunan absorpsi kalsium oleh intestinal sebagian di kompensasikan dengan pemecahan kalsium dari tulang dan juga dengan meningkatnya konsentrasi PTH, dan juga dari cairan dialisa yang masuk pada pasien yang menderita dialisis (Gbr. 4). Hipokalsemia ringan pada pasien pasien ini secara rutin akan selalu di koreksi oleh calcium-mengandung pengikat Phosphate dan sterol vitamin D aktif (13)
Hiperkalsemi jarang terjadi pada pasien yang mengalami dialisis kronis. Pada pasien yang mengalami dialisis kronis , ekskresi calcium melalui ginjal akan sangat turun, atau bahkan sama sekali tidak ekskresikan melalui ginjal. Rute alternatif untuk ekskresi kalsium adalah melalui saluran gastrointestinal. Sehingga pasien ini akan dengan sangat mudah mengalami hiperkalsemia jikalau sejumlah cairan yang banyak mengandung kalsium dimasukkan ke dalam plasma darahnya. Pada pasien yang mengalami hiperpathiroidismus yang parah, konsentrasi kalsium akan selalu di penuhi dari tulang. Pada kondisi sarcoidosis dan tuberculosis, produksi ektopik 1,25(OH)D menigkatkan absorpsi kalsium melalui intestinal, dan juga meningkatkan penuerapan/resorpsi tulang[14]
Tulang menjadi penyangga terhadap kestersediaan kalsium pada pasien penderita dialysis. Kemampuan dari tulang tersebut bergantung kepada laju perubahan tulang [15]. Akhir kahir ini di temukan bahwasannya perlambatan proses perubahan tulang terjadi pada psien dialysis karena PTH akan terdepres oleh jenis obat yang baru. Pada beberapa pasien, hiperkalsemia bisa terjadi walau hanyalah sedikit kalsium yang masuk ke cairan ekstra seluler dengan menggunakan calcium – mengandung pengikat phosphate , atau sterol aktif vitamin D.
Pengamatan pengamatan ini menunjukkan bahwa ginjal dan tulang memiliki peran yang sangat penting dalam sistem pertahanan terhadap penigkatan knsentrasi kalsium pada cairan ekstra seluler. Pada kondisi hiperkalsemia, terjadi polyuria dengan urin yang encer. Telah diketahui bahwa hiperkalsemia akan mengaktifkan reseptor penginderaan kalsium yang terdapat pada ductus, yang akan mengurangi efek antidiuretic dari vasopressin. Sehingga, dalam kondisi hiperkalsemia, kalsium dalam jumlah yang besar bisa di ekskresikan melalui urine tanpa adanya resiko oversaturasi pada lumen tubulus [16].
* daftar pustaka ada pada penulis