Herpes Virus

Pada akhir akhir ini banyak masyarakat yang resah akibat penyakit-penyakit pada hewan yang dapat menular ke manusia. Salah satu penyakit yang meresahkan tersebut adalah herpes. Selain masyarakat umum, banyak para dokter, dokter hewan ataupun ilmuwan yang mulai tertarik dengan keberadaan dari penyakit tersebut baik untuk kesehatan hewan ataupun manusia..
Herpes virus yang bersifat  zoonosis, dimana kasusnya pernah dilaporkan adalah herpes B virus. Herpes B virus adalah alpha herpes virus yang enzootic (endemik pada hewan) pada  Macaca mullata (rhesus) dan Macaca fascicularis (cynomolgus) dari genus macaque. Diantara herpesvirus pada primata, hanya herpes B virus yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Penyakit ini biasanya merusak Central Nervous System, terjadi pada manusia dan primata yang bukan hospes alami dari virus.

Kera macaque merupakan hospes alami dari herpes B virus. Pada kera, penyakit yang disebabkan oleh infeksi herpes B virus biasanya tidak terdeteksi, atau hanya menimbulkan gejala ringan (seperti ulcerasi pada mulut).
Infeksi herpes B virus beresiko pada pekerja-pekerja yang menangani kera. Kira-kira 40 orang yang terinfeksi herpes B virus telah dilaporkan, dan kasus kematian mencapai 70%. Oleh karena itu, program pencegahan yang sistematis diperlukan untuk menghilangkan penyebab, mengurangi penyebaran dan untuk mengobati infeksi awal.

ETIOLOGI DAN MORFOLOGI
Penyakit Herpes adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengan gejala bermacam-macam Pembagian keluarga menjadi subkeluarga didasarkan kepada sifat biologi; yang secara umum sejalan dengan system genom. Akan tetapi sejumlah besar herpesvirus belum dimasukkan ke dalam subkeluarga.
            Alfaherpesvirinae. Virus prototype dari subkeluarga ini adalah virus herpes simpleks tipe 1 dan virus varisela. Virus ini tumbuh dengan cepat dan menghancurkan sel yang terinfeksi, dan mereka menyebabkan infeksi laten terutama pada ganglion sel sensoris. Beberapa alfavirus mempunyai kisaran inang yang luas.
            Betaherpesvirinae. Sitomegalovirus tersendiri mempunyai kisaran inang yang terbatas. Siklus replikasinya lambat, dan kehancuran sel tidak terjadi sampai beberapa hari setelah infeksi. Virus dapat tetap laten pada kelenjar sekretori, jaringan limfoletikuler, ginjal dan jaringan lainnya.
Gamaherpesvirinae. Subkeluarga Gamaherpesvirinae diperikan sebagai virus Epstein-Barr. Anggotanya mempunyai kisaran inang yang sempit, dan bereplikasi dalam sel limfoid; beberapa juga menyebabkan infeksi membunuh sel pada sel epitel dan fibroblas. Virus laten seringkali diamati pada jaringan limfoid.m tergantung dari virus herpes tipe macam yang menyerang.
Sifat-sifat dari herpesvirus, antara lain :
w  Virion beramplop, berdiameter 120 – 200 nm (biasanya sekitar 150 nm), dengan beberapa peplomer berbeda dengan panjang sampai 8 nm pada amplop.
w  Kapsid ikosahedra dengan 162 kapsomer.
w    Genom dsDNA liniear, 120 – 240 kbp, nisbah G+C beragam dari 32% sampai 74%.
w  Bereplikasi dalam inti, dengan transkripsi dan translasi berturutan dari gen sangat dini (), dini (beta) dan akhir (gamma) yang masing-masing menghasilkan protein beta.
w     Menghasilkan benda inklusi dalm inti yang eosinofilik.
w  Replikasi DNA dan penanggalan kapsid (enkapsidasi) terjadi pada inti; amplop diperoleh melalui penguncupan melewati membran inti.
w  Menimbulkan infeksi laten, dengan pengeluaran virus menular secara ikutan atau sinambung.

PATOGENESIS

Herpesvirus secara bersama-sama atau sendirian merupakan pathogen yang seba bisa. Infeksi alfa herpesvirus yang menyeluruh, dicirikan oleh pusat nekrosis pada hampir setiap organ atau jaringan, dapat dilihat bila hewan berumur kurang dari 3 bulan terinfeksi tanpa mendapat perlindungan dari antibiotic induk. Pada hewan bunting, viremia terkait sel mononukleus dapat mengakibatkan perpindahan virus melalui plasenta, sehingga menyebabkan keguguran, lesi nekrotik terpusat ditemukan di seluruh tubuh janin. Betaherpesvirus berkaitan dengan penyakit pernafasan dan penyakit umum, sedang gamaherpesvirus dapat menyebabkan penyakit sistemik dan tumor.
Infeksi herpesvirus yang bersifat zoonosis yaitu infeksi herpes B virus. Infeksi kulit karena virus dari kera, sanggup menyebabkan ensefalitis yang fatal.
Herpes B virus pada primata
Cercopithecine herpesvirus 1 (Herpesvirus simiae atau B-virus) sering menginfeksi primata-primata dari genus macaca. Setidaknya 19 spesies dari macaque, rhesus, Japanese, cynomolgus, pig-tailed, and stump-tailed macaque adalah spesies-spesies yang paling sering digunakan dalam riset biomedis. Seperti herpesvirus simpleks (herpesvirus yang menginfeksi manusia), herpes B virus pada kera tergolongkan dengan lamanya infeksi dengan reaktivasi yang sebentar-sebentar dan pelepasan virus pada air liur atau sekresi genital, teutama pada periode-periode stress atau immunosupresion.
B-Virus in Humans
Herpes B virus pada manusia biasanya terjadi karena gigitan atau luka yang disebabkan oleh macaque. Masa inkubasi pada umumnya selama 2-5 minggu. Sebuah vesikel akan muncul di tempat masuknya infeksi, diikuti dengan limfadenitis. Ensefalitis terlihat dengan fokus nekrotik di viscera. Virus ditransmisikan dengan cara berhubungan seksual atau kontak fisik lainnya. Melalui inokulasi pada kulit dan membran mukosa, HSV akan mengadakan replikasi pada sel epitel, dengan waktu inkubasi 4 sampai 6 hari. Replikasi akan berlangsung terus sehingga sel akan menjadi lisis serta terjadi inflamasi lokal. Selanjutnya, akan terjadi viremia di mana virus akan menyebar ke saraf sensoris perifer. Di sini virus akan mengadakan replikasi yang diikuti penyebarannya ke daerah mukosa dan kulit yang lain.

GEJALA KLINIS
Pada kera, infeksi herpes B virus mengakibatkan lesi-lesi pada mulut, muka, bibir, dan atau genital. Lesi-lesi tersebut akan sembuh dengan sendirinya tapi kemungkinan akan muncul kembali secara sporadis.
            Pada manusia, herpes B virus menyebabkan encephalitis akut yang biasanya berakibat fatal. Gejala-gejalanya berupa demam, sakit kepala, nyeri pada otot, vertigo, nyeri abdomen, dan akhirnya paralisis flaksid yang berjalan dari bawah ke atas dan pada banyak kasus terjadi kematian dalam waktu 3 minggu.
Tanda-tanda infeksi herpes B Virus:
·         Tanda-tanda awal (3-7 hari) 
-          Lepuhan atau ulser pada tempat luka
-          Kesakitan hebat atau gatal pada luka yang pecah
-          Pembesaran limfonodus di area tersebut
·         Tanda-tanda lanjutan (8-14 hari)
-          Demam
-          Mari rasa pada luka yang pecah
-          Kelemahan otot atau kelumpuhan pada organ tubuh luar
-          Infeksi mata
-          Tersedak yang berkelanjutan
·         Manifestasi Akhir
-          Infeksi sinus 
-          Kekakuan leher
-          Pusing kepala tejadi lebih dari 24 jam
-          Nausea dan vomitus
-          Gangguan penglihatan, menelan, berjalan, atau tande-tanda gangguan CNS lainnya.
 
CARA DIAGNOSA
Pengembangan metode diagnosa yang mempunyai kemampuan membedakan herpes simpleks virus (HSV) dengan infeksi herpes B virus dibutuhkan pada reaksi silang dari alfa herpes virus primate. Test antibody dengan ELISA dan western blot, isolasi virus dengan kultur sel, dan test DNA virus dengan PCR adalah metode-metode yang paling sering digunakan sekarang.
Laboratorium :
Analisis CSS : Pada minggu pertama dapat normal, pleositosis mononuclear, peningkatan ringan protein, kadar glucose normal/menurun ringan, jumlah sel normal. Kultur CSS dapat dapat positif pada neonatus PCR : sensitive dan spesifik.
  • Radiologi : MRI : pilihan utama : lesi bermakna pada lobus temporalis bagian medial dan bagian inferior lobus frontalius.
  • EEG : cukup sensitive tapi tidak spesifik
  • Biopsi otak : pemeriksaan definitive untuk menegakkan diagnosis

PENULARAN
Penularan herpes Bvirus terjadi melalui gigitan kera, cakaran, atau kontak dengan jaringan tubuh, sel, arau cairan kera yang terinfeksi. Walaupun resiko tertinggi adalah mealui gigitan monyet terinfeksi dengan lesi aktif, pecahan mukus membran atau kulit yang terluka ke cairan atau jatingan yang sudah terinfeksi juga dapat menyebabkan infeksi. Kera yang tidak mempunyai lesi aktif juga dapat menularkan virus. Virus kemungkinan juga berada di kandang atau permukaan lainnya.



Pada manusia, virus B dapat menyebabkan infeksi yang menyebar yang mungkin mencapai puncak kematian pada enchepalitis. Kontak dengan air liur kera, jaringan atau cairan jaringan merupakan jalur umum transmisi virus B , telah dilporkan juga adanya kasus transmisi dari orang ke orang.  


PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
Peralatan Perlindungan Diri
Badan Keamanan dan Kesehatan Lingkungan Dan Sumber Daya Hewan menganjurkan menggunakan peralatan pelindungan diri. Para pekerja yang kontak langsung dengan primata harus mengenakan peralatan sebagai berikut :
  1. Penutup kepala
  2. Masker dan kacamata pelindung.
  3. Pakaian operasi dengan bahan garmen dari kain yang tahan air
  4. Sarung tangan dan sepatu
PENCEGAHAN :
Penyakit ini ditularkan melalui kontak langsung dari penderita melalui kulit dan mukosa (selaput lendir), oleh karena itu hindari atau jauhi penderita. Seperti diketahui, umumnya penularannya melalui kulit, selaput lendir mata, mulut dan genital. Vaksinasi belum menunjukkan hasil yang memuaskan tapi sekarang sedang terus dikembangkan vaksin baru, mudah-mudahan dalam waktu tidak terlalu lama sudah dapat diproduksi vaksin baru.

PENGOBATAN :
Cara pengobatan semua jenis herpes mirip, yaitu dengan memberikan obat antiviral. Obat antiviral bertujuan memperpendek rasa sakit. Bersama obat antiviral, penderita akan mendapat obat anti-nyeri dan panas, serta obat-obatan luar seperti bedak salisil dan salep, juga zat pendukung seperti vitamin. Obat-obatan antiviral yang umum diberikan untuk penyakit herpes adalah: Acyclovir, Famciclovir dan Valacyclovir.  Acylovir 10 mg/kg/8 jam diberikan dengan drip selama 1 jam selama 10 hari. Selain itu  untuk mempercepat kesembuhan penderita herpes biasanya diperintahkan untuk istirahat. Istirahat perlu agar tubuh membentuk antibodi untuk melawan virus herpes tersebut.
Obat lain yang dipakai coumarin telah ditemukan dapat menstimulasi makrofag, yang dapat memiliki efek negatif tidak langsung pada infeksi. Lebih spesifik, coumarin telah digunakan untuk mencegah infeksi oleh HSV-1 pada manusia. Asam hidroksisinnamat yang berhubungan dengan coumarin terlihat memiliki efek inhibtori terhadap bakteri gram positif. Fitoaleksin yang merupakan derivatif terhidroksilasi dari coumarin telah diproduksi dalam wortel sebagai respons terhadap infeksi fungsi, dan ia dapat diasumsikan memiliki aktivitas antifungsi.
Pengobatan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :
  1. Pengobatan simtomatik yaitu untuk mengurangi atau menghilangkan keluhan seperti panas, gelisah, gatal.
  2. Pengobatan suportif yaitu untuk menyokong atau membantu, seperti pemberian cairan infus, makanan per sonde dan vitamin.
  3. Pengobatan etiologik yaitu untuk membunuh virusnya. Bisa dengan memberi obat topical berupa zalf (salep). Misalnya yang mengandung asiklovir dapat memengaruhi periode pelepasan virus.
  4. Obat per oral (melalui mulut) bisa diberikan asiklovir sehari dua kali.
  5. Untuk kasus yang berat diberikan asiklovir langsung melalui darah (intravena).

Herpes tidak dapat disembuhkan
Penyakit herpes tidak dapat disembuhkan, virus herpes hanya ditekan oleh pengobatan sehingga menjadi tidak aktif dan membentuk semacam kristal di tubuh, menunggu kesempatan untuk muncul lagi. Infeksi herpes dapat kambuh lagi jika ada suatu faktor pencetus (trigger faktor). Infeksi herpes kambuhan ini tidak separah infeksi herpes pertama, karena pada tubuh si penderita sudah terdapat antibodi. 


daftar pustaka : ada pada penulis

1. Pencegahan Newcastle Disease (masa lalu, sekarang, dan masa depan)
2. Newcastle Disease
3. Avian Influenza
4. Fowl Thypoid
5. Efek Temperatur Tinggi pada Performa Unggas

Anaplasmosis Pada Sapi Potong

pict source : nature.com

Anaplasmosis adalah suatu penyakit pada sapi yang disebabkan oleh berbagai macam species parasit darah Anaplasma. Anaplasma Marginale adalah yang paling patogen pada sapi. (Smith B.P) domba dan kambing hanya sedikit terganggu. Anaplasmoiss juga disebut dengan "kantung kuning" atau "penyakit kuning" karena pada hewan yang terserang akan menunjukkkan gejala seperti sdang menderita penyakit kuning (jaundice). Anaplasmosis dapat dijumpai di seluruh dunia dan setidaknya 40 negara bagian di Amerika Serikat telah melaporkan keberadaannya. (Smith B.P) Penyakit ini merupakan penyakit yang sudah umum terjadi bi Amerika bagian selatan. Kejadian tertinggi di negarar bagian Virginia sepertinya berpusat pada daerah Piedmont, Virginia Tengah. Di Virginia, penyakit ini menjadi penting karena menyebabkan outbreaks pada kawanan sapi, yang berakhir dengan kematina pada sapi dewasa.

Kerugian ekonomi lainnya yaitu abortus, penurunan berat badan, pejantan mandul dan ongkos perawatan. (Stokka dan Faulkner)
Transmisi (penyebaran)

Anaplasma Marginale bisa menyebar melalui 2 jalann. Pertama, apabila secara mekanik sapi peka terkena sel darah merah dari sapi penderita. Hal ini bisa terjadi melalui, jarum suntik, pemotong tanduk, alat pemasang ear tags, pisau kastrasi atau alat bedah lain, dan instrumen tato. Penyebaran mekanik juga bisa terjadi melalui mulut sapi yang terluka karena gigitan serangga, seperti lalat penggigit. Lalat muka, lalat rumah dan sreangga bukan penggigit lainnya tidak menyebarkan penyakit ini. Lalat tanduk, meskipun mereka menggigit, karakteristiknya tidak hinggap dari satu hewan ke hewan lainnya, jadi mereka tidak ikut menyebarkan penyakit ini. Penyebaran mekanis dari sel darah merah yang telah terinfeksi harus berlangsung selama beberapa menit setelah sel darah tersebut meninggalkan hospes terinfeksi, karena parasit darah tidak dapat bertahan hidup lebih dari beberapa menit di luar hospes mereka.

Kedua, anaplasma bisa disebarkan melalui vektor biologis. Parasit ini menerima nutrisi, dan bahkan mungkin bermultiplikasi pada vektor biologi. Vektor biologi untuk Anaplasmosis adalah Dermacentor, atau kutu kayu. Sekali saja berada di dalam kutu, parasit ini dapat bertahan tetap hidup dalam siklus kehidupan dari kutu tersebut dan bisa di sebarkan beberapa bulan kemudian.

Sekali saja sapi rentan terkena infeksi anaplasma, kemudian organisme ini bermultiplikasi pada laju darah dan menempel pada sel darah merah. Sistem immunitas hewan kemudian akan menghancurkan sel darah merah yang telah terinfeksi. Ketika jumlah sel darah merah yang dihancurkan melebihi kapasitas produksi sel darah merah dalam tubuh hospes tersebut, maka hewan akan tampak anemis. Membutuhkan waktu sekitar 3 - 6 minggu untuk timbulnya gejala klinis pada hewan penderita.(Smith BP, SR6011)

Outbreaks

Walaupun seringnya outbreak anaplasmosis terjadi pada musim semi dan musim panas, tapi outbreak bisa saja terjadi pada setiap saat. Banyaknya jalur penyebaran dan banyaknnya hewan yang berpotensi untuk menjadi carrier membuat sumber outbreak menjadi sulit untuk di ketahui. Jika outbreak terjadi pada musim panas atau semi, maka sumber infeksi bisa di duga berasal dari vektor serangga. Jikalau outbreak terjadi setelah 3 - 6 minggu sapi dirawat, maka di duga sapi tersebut tertular dari sapi yang telah terjangkiti selama proses perawatan. Jika out5breka terjadi pada waktu yang lainnya, kedatangan sapi baru at5au meningkatnya faktor stress  harus di pertimbangkan sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya infeksi. Ketika banyak terjadi outbreak, maka hal ini menunjukkan bahwa terdapat hewan carrier pada kawanan sapi mu, atau milik tetangga, karena hewan carrier adalah sumber infeksi yang efisien.  (eriks et al ). Hewan carrier membawa anaplasma dalam tubuh mereka, tapi tidak menunjukkan gejala klinis dan mampu menginfeksi hewan lainnya. Kemudian, hewan yang tampak sakit secara klinis menjadi sumber penyebaran penyakit ini

Gejala Klinis
Anaplasmosis adalah kejadian yang tidak biasa karena gejala klinis yang paling parah terjadi pada ternak yang sudah dewasa. Anak sapi dengan umur kurang dari satu tahun yang terinfeksi A.Marginale biasanya tidak menunjukkan gejala klinis, tapi kemudian akan menjadi carrier penyakit. Hewan carrier memiliki immunitas, sehingga jika dalam perjalanan hidupnya kemudian dia terinfeksi A.Marginale, biasanya hewan hewan tersebut tidak mudah sakit. Sapi dengan umur 1 - 3 tahun akan menunjukkan gejala klinis yang terus memburuk. Hewan yang sembuh, kemudian juga akan menjadi carrier. Ternak dengan umur 3 tahun atau lebih tua jikalau terinfeksi oleh A. Marginale akan menunjukkan gejala klinis yang parah, dan 30 - 50 % hewan tersebut akan mati jika tidak dirawat dengan segera.

Dengan pengamatan yang seksama, kematian sapi biasanya merupakan peringatan terhadap kejadian outbreak anaplasmosis. Jikalau dilakukan obeservasi dengan seksama, kelemahan adalah gejala pertama yang muncul barkaitan dengan anaplasmosis. Ternak yang terinfeksi akan menyendiri dari kawanannya dan tidak ada nafsu untuk makan ataupun minum. Sapi yang memiliki karakteristik kulit yang tipis akan kelihatan pucat pada daerah sekitar mata dan sekitar hidung, dan kemudian warna tersebut akan berubah menjadi kekuningan ("jaundice"). Warna kuning ini ("jaundice" =  penyakit kuning) disebabkan oleh penghancuran sel darah merah dan isi sel darah merah yang di hancurkan tersebut barcampur dengan aliran darah. Penurunan berat badan terjadi dalam waktu yang sangat cepat. Sapi akan menjadi liar (aggressive) pada saat kekurangan oksigen karena anemia yang terjadi. Kesulitan dalam mendapatkan oksigen pada induk yang sedang bunting akan mengakibatkan abortus pada janin yang sedang dikandungnya. Konstipasi, demam tinggi, dan kesulitan bernafas sangat jelas bisa di amati. Periode paling kritis terjadi pada hari ke 4 sampai dengan hari ke 9 dari pertama kali gejala klinis muncul. (Richey dan Palmer : Richey, 1992) sapi yang bisa bertahan dalam periode kritis tersebut, biasanya memiliki peluang hidup yang lebih baik.

Perawatan.
Perawatan terhadap penyakit anaplasmosis paling efektif jika dilakukan pada saat awal kejadian penyakit. Dosis Tunggal "long Acting" Oxytetracycline (misal LA-200) diinjeksikan secara subkutan dengan ukuran 9 mg per pon berat badan. Transfusi darah kadang diperlukan. Hewan yang sakit pada stasium yang lebih lanjut biasanya tampak sangat anemik, sehingga handling selama pengobatan hewan tersebut malah akan membuat stress hewan tersebut dan membunuhnya. Juga terdapat bukti bahwa pengobatan dengan antibiotik pada stadium lanjut ini tidaklah efektif . (Richey, 1999) Sehingga, tidak di rekomendasikan pengobatab menggunakan antibiotik pada ternak penderita yang sudah sangat lemah dan tidak berdaya.  Hubungi dokter hewan segera jika ada dugaan keberadaan anaplasmosis. Dengan begitu maka diagnosa pasti tentang anaplasmosis dapat segera diketahui dan metodde treatment (perawatan) terbaik dapat segera dimulai.

Semua hewan yang terpapar terhadap penyakit ini harus di berikan akses sebebas bebasny terhadap pakan dan air, dan harus ditempatkan pada kandang yang bebas dari gangguan (faktor stress). Dibutuhkan waktu sekitar 3 bulan untuk hewan penderita supaya dapat sembuh. Dan keduanya, baik hewan yang di obat maupun yang tidak, setelah sembuh akan menjadi carrier. Hewan carrier dapat di bebaskan dari anaplasma dengan pemberian "long actingZ" Oxytetracycline secara injeksi denan dmi barengi dengan pemberian Chlortertracycline yang di campur dengan pakan. (lihat tabel 10)

Program Umum Pengendalian

Program pengendalian terhadap anaplasmosis akan berbeda beda tergantung pada level prevalensi penyakit ini pada setiap area. Prevalensi penyakit ini dapat dikategorikan sebagai berikut :

  • Daerah yang terinfeksi berat
  • Daerah yang terinfeksi sedang
  • Daerah tidak terinfeksi

Daerah terinfeksi berat.
Pada beberapa area di suatu negara, anaplasmosis tersebar dengan meratanya sehingga memiliki kemungkinan 100% hewan pada suatu peternakan adalah carrier. Hal ini akan mengurangi jumlah kematina pada hewan dewasa karena  hewan dewasa ini sudah tidak rentan lagi terhadap penyakitini. Hal ini bisa terjadi secara alami karena hewan terekspose pada saat masih muda dan tidak menunjukkan gejala kklinis. Terdapat resiko jikalau pada saat muda hewan tersebut tidak terekspose terhadap penyakit ini sehingga akan menjadmi rentan pada saat hewan ini sudha dewasa.

Untuk mencegah agar hewan tidak kebal, hewan dengan umur lebih dari 6 bulan atau hewan yang baru masuk harus terlebih dahulu di berikan vaksinasi terhadap anaplasmosis yang berarti menjadikan mereka sebagai hewan carrier, atau dengan mencempurkan chlortetracycline pada pakan. ( lihat tabel 1, Pencegahan terhadap penyakit klinis), yang mana tidak akan mencegah infeksi, tapi akan mencegah kematian ternak. Proses vaksi tidak akan mencegah proses infeksi, namun akan menurunkan level keparahan gejala klinisnya. Proses vaksinansi dilakukan dengan suntikan vaksinasi yang pertama, baru kemudian di ulang lagi setelah 4 minggu. Kedua vaksinasi tadi, harus dilakukan 2 minggu sebelum mulainya musim vektor penyakit ini, dan dari instruksi pabrik, vaksinasi harus di ulang lagi setiap tahun sekali.

Kekurangan dari program ini adalah adanya peraturan federal yang mengatur tentang pergerakan hewan carrier anaplasmosis diadalam suatu daerah. Hewan yang telah di vaksin akan menunjukkan hasil positif ketika di uji, dan mereka sulit di bedakan dengan hewan yang menderita anaplasmosis yang berasal dari proses infeksi.  Bagi para peternak sapi atau siapapun yang meperjual belikan sapi, hewan yang dijual haruslah negatif terhadap anaplasmosis, tapi terlindung dari penyakit tersebut.

Chlortetracycline bisa ditambahkan kedalam campuran mineral pakan setiap hari untuk mencegah peyakit ini (lihat tabel 1, Pencegahan Penyakit Klinis). Tapi, bisa saja sapi masih terinfeksi dan terdeteksi positif pada uji deteksi anaplasmosis. Hewan hewan carrier ini bisa dibebaskan dari infeksi anaplasmosis dengan menerapkan sistem penggunaan antibiotic (Lihat Tabel 1, Eliminasi Carrier) tapi kebanyakan akan menunjukkan hasil tes yang positif beberapa bulan setelah pengobatan, jadi mereka harus di uji +/- terhadap medikasi beberapa bulan sebelum hewan tersebtu dijual. Mencegah penjualan hewan carrier, selama musim vektor bisa saja digunakan chlortetracycline dengan dosis yang lebih tinggi (Lihat tabel 1, Pencegahan  Penyakit dan Infeksi ). Di samping itu, haruslah di perhatikan agar hewan yang sedang mengalami treatment supaya tidak terjual.

Daerah Terinfeksi sedang.

Pada daerah tingkat infeksinya tergolong sedang, terdapat 2 strategi untuk menganganinya. Pertama, adalah untuk menjaga agar kawanan hewan kita tetap negatif terhadap anaplasmosis, tetapi juga disertai dengan upaya untuk membnetengi hewan hewan tesebut terhadap anaplasmosis dengan jalan mencampurkan chlortetracycline ke dalam pakan, atau dengan injeksi oxytetracycline menjelang dan selama musim vektor (lihat Tabel 10. di Virginia, pada umumnya program penanganan anaplasmosis di tujukan untuk mengeliminasi anaplasma tersebut dari kawanan ternak yang ada. Satu metode pencegahan adalah dengan mengendalikan vektor serangga. Walaupun tidak semua serangga dapat di basmi, namun mengurangi jumlah serangga yang berperean sebagai vektor akan mengurangi resiko terjadinya outbreak pada kawanan hewan ternak kita. Penyemprotan secara berkala, tas debu, dan punggung karet  adalah metode sederhana yang gampang untuk di kerjakan. Pemilihan padangan bisa jadi sangat membantu. Di atur, sehingga hewan tersebut pada musim semidan musim panas merumput pada daerah yagn sudha diketahui memiliki serangga dengan jumlah yang paling rendah (padang rumput daerah perbukitan), dan ketika musim semi dan hujan, pindahkan mereka untuk merumput pada padangan yang memiliki jumlah serangga tertinggi pada saat musim semi dan panas ( padang rumput di sekitar asungai atau kolam )ketika serangga tersebut sudah tidak ada lagi.

Strategi kedua adalah dengan melakukan vaksinasi pada smua ternak  yang berumur lebihdari 6 bulan. Hal ini akan melindungi ternak dari infeksi, namun disisi lain, para peternak akan mengalami kesulitan yang sama dengan para peternak di daerah terinfeksi berat, dalam hal penjualan ternaknya.

Daerah tidak terinfeksi
Monitoring adalah kegiatan yang bisa dilakukan pada daerah yang tidak terinfeksi. Perhatikan dengan seksama akan keberadaan gejala klinis anaplasmosis.  Seorang dokter hewan harus memeriksa seekor sapi yang mati tanpa sebab yang jelas. Seringkali  yang mengawali peringatan outbreak adalahb kematian sapi. Sayangnya, seringkali terjadi kematian yang tidak seharusnya dari beberapa sapi karena diagnosa belum di teguhkan. Rekomendasi untuk melakukan monitoring juga disertai dengan pengendalian serangga dan apabila ditemukan suatu indikasi tertentu harus segera di tindak lanjuti.

Program Pengendalian ketika terjadi Outbreak

Jikalau anaplasmosis sudah hadir dalam peternakan anda, sangat pengting untuk memiliki manajemen yang konsisten yang di dukung dengan program treatmen untuk mencegah kejadian outbreak yagn merusak. Sangat essensial untuk bekerja bersama sama dengan dokter hewan untuk menentukan treatment dan program pencegahan. Selama terjadi outbreak, hewan yang sakit di treatment seperti yang telah di jelaskan di atas, dan harus dipisahkan dari kawanannya. Jikala mungkin, yang terbaik adalah dengan memindahkan hewan yang sehat kek andang lain, sehingga hewan penderita tidak mengalami sstress vlebih jauh lagi. Semua ternak harus di uji terhadap keberadaan anaplasmosis.

Sapi yang terinfeksi dalam berjumlah  banyak. Jikalau sudah banyak sapi yang terinfeksi, terdapat beberapa pilihan
  1. Sapi dipisahkan menjadi 2 golongan, yang belum dan yang telah terinfeksi. Kekurangan dari sistem ini adalah karena kedua kelompok memiliki  hubungan kedekatan yang tertutup sehingga memungkinkan terjadinya infeksi silang. Sistem ini juga membutuhkan majemen yang intensif di tambang dengan penyimpanan data
  2. Hidup berdampingan dengan anaplasmosis dan melakukan vaksinasi terhadap ternak yang akan tinggal di peternakan yang yang berumur 6 bulan atau yang lebih tua walaupun mereka negatif. Hal ini kan menjadi menjadi kendala ketika ternak ternak tersebut akan dijual, seperti hewan lainnya, bahkan yang masih muda, akan menjadi positif terhadap keberadaan anaplasma. Hewan dapat dibersihkan dari anaplasmosis dengan sebuah sistem penggunaan antibiotik, namun kebanyakan dari hewan tersebut akan memberikan hasil positif ketika di uji keberadaan anaplasmosis setelah beberapa bulan mengalami treatment, yang menjadikan kendala ketika akan dijual. Kadangkala, sistem antibiotik ini harus di ulang agar dapat membersihkan anaplasmosis (smith, et al). Juga, hewan carrier akan menjadi bersih dari anaplasmosis, sehingga menjadikan mereka hewan yang rentan terhadap infeksi klinis, sehingga melakukan uji secara periodik sangat diperlukan.
  1. Seluruh kawanan dapat dibersihkan dari anaplasmosis (lihat tabel 1). Kekurangan dari program ini adalah masalah biaya, dan sistem pencegahan serta sistem monitoring yang kontinu sangat diperlukan karena ternak dewasa akan menjadi peka terhadap penyakit ini. Antibiotik prophilaktic bisa saja di aplikasikan selama musim vektor sepanjang tahun untuk menjaga hewan menjadi rentan terhadap penyakit. (lihat tabel 1)

Sapi yang terinfeksi berjumlah sedikit. Jika terdapat beberap ternak (sedikit) yang terinfeksi, semua hewan carrier tersebut harus segera di bersihkan dari infeksi. Lagi, hewan tersebut mungkin sebaiknya di beri  prophylactic antibiotik. (Lihat Tabel 1)


Terdapat kelebihan dan kekurangan pada setiap program pengendalian yang disebutkan di atas. Strategi yang dipilih ketika terjadi outbreak tidak hanya mempertimabangkan jumlah hewan yang terinfeksi selama terjadinya outbreak, namun juga angka prevalensi pada daerah tersebut. Seperti telah dinyatakan sebelumnya, di Virginia, hal yang paling di sukai adalah tidak ada kejadian anaplasmosis. Kawanan ternak yang terbebas dari anaplasmosis memiliki kelebihan yaitu kemudahan dalam menjualnya dan  ternak dewasa tidak memiliki resik untuk tertular anaplasmosis dari ternak carrier. Sekali anda memiliki kawanan yang bebas dari anaplasmosis, maka anda perlu untuk menerapkan standar manajemen perawatan dan sistem monitoring yang baku. Segala terrnak baru yang masuk harus berasal dari kawanan yang bebas dari anaplasmosis dan telah menunjukkan hasil negatif terhadap uji anaplasmosis.  Sistem manajemen terhadap pengontrolan serangga dan teknik pengelolaan seperti yang telah di jelaskan tadi harus segera di bakukan.  Sebagai tambahan, bisa di berikan antibiotik melalui suntikan atau dengan mencampurnya kedalam pakan untuk mencegah hewan menunjukkan gejala klinis yang parah terhadap penyakit ini.  Dokter hewan memiliki informasi terkini perihal prevalensi penyakit pada suatu area, dan dapat membantu anda untuk memilih antibiotik mana yang pas untuk digunakan, baik untuk digunakan sepanjang tahun atau yang digunakan untuk menghadapi musim serangga. Untuk menjaga status bebas suatu daerah, setidaknya 20 % dari kawanan ternak harus negatif terhadap uji pada pengujian yang dilakukan setiap tahun (Zaugg).

Ringkasan
Anaplasmosis adalah penyakit pada ternak yang menyebabkan anemia, aborsi dan kematian. Ternak dewasa menunjukkan gejala klinis paling parah. Peternak di Virginia harus peduli tentang anaplasmosis, karena bisa menyebabkan kerugian ekonomi yang hebat. Jika anda bergelut di bidang peternrakan, anda harus bekerja secara bersama sama dengan dokter hewan untuk menetapkan sistem managemen terbaik yang disusun berdasarkan jumlah hewan terpapar dan prevalensi kejadian anaplasmosis pada daerah anda. Jikalau anaplasmosis belum menjadi suatu problemnatika di dalamn peternakan anda sistem manajemen dan monitoring akan membantu kawanan ternak anda untuk tetap bebas dari anaplasmosis.

Referensi

ada pada penulis